Internasional

Pesan Menteri Agama pada Warga NU: Kuasai Panggung Digital

Kam, 8 Agustus 2019 | 13:30 WIB

Pesan Menteri Agama pada Warga NU: Kuasai Panggung Digital

Menag Lukman Hakim Saifuddin (Foto: Bahauddin/MCH2019)

Makkah, NU Online
Nahdlatul Ulama saat ini sudah mampu dan berhasil menunjukkan bagaimana beragama dengan mengedepankan esensi dari agama itu sendiri yakni memanusiakan manusia. Esensi agama ini dapat dipahami jika agama tidak diresapi dan diamalkan dengan cara ekstrem dan berlebih-lebihan.

Hal ini diungkapkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di depan ribuan peserta Silaturahmi NU se-Dunia Ke-18, di Hotel Altayseer Towers Hotel, Makkah, Kamis (8/8).

Menurutnya, praktik beragama ala NU yang mengedepankan Rahmatan lil Alamin telah mempengaruhi Islam tidak hanya di Indonesia tapi juga di berbagai belahan dunia. Namun ia mengingatkan, disrupsi sumber referensi keagamaan di era media sosial bisa saja mengubah landscape (pola) yang sudah NU gaungkan yakni Islam yang toleran, inklusif, danmoderat.

"Karenanya NU harus menegaskan dirinya sebagai panduan yang tepat bagi generasi muda. Salah satu caranya, kuasai panggung digital," tegasnya.

NU harus terus berkontribusi positif bagi negara dan berperan pada isu-isu besar dunia. NU harus mampu diterapkan penduduk muslim di seluruh dunia agar tercipta kedamaian di muka bumi. Hal ini bisa dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh energi Nahdlatul Ulama (NU) guna kepentingan bangsa.

"Silaturahim ini adalah forum konsolidasi untuk menyatukan energi positif dari pada diaspora NU," katanya pada acara bertemakan "Merajut Kembali Ukhuwah Wathaniyah Menuju Perdamaian Dunia".

Optimalisasi ini ia ibaratkan dengan sebuah teori energi dalam ilmu Fisika. Ada tiga energi yang bisa dioptimalkan oleh warga NU yakni energi potensial, energi kinetik, dan energi mekanik.

Energi potensial jelasnya sering disebut sebagai energi diam karena benda yang dalam keadaan diam saja dapat dianggap memiliki energi. "Dalam hal ini, NU diam saja tidak melakukan apa pun, orang sudah bisa menghitung sebegitu besar kekuatannya," ujarnya.

Kedua adalah energi kinetik yakni energi gerak yang besar kecilnya dipengaruhi oleh pola gerakan yang terjadi. "NU akan dianggap eksis jika dapat dirasakan atau dilihat gerakannya," tambahnya.

Ketiga adalah energi mekanik yang biasanya dikaitkan dengan pola penggunaan energi dan dampaknya. Pola gerak dan mekanisme yang kita lakukan dalam memanfaatkan energi akan memberikan dampak sesuai keinginan kita.

Ibarat main badminton, ketika shuttlecock dipukul, maka energi kinetik yang dikeluarkan akan menjadikan shuttlecock terbang dan memiliki energi potensial, kemudian jatuh dan memberikan dampak. Shuttlecock akan jatuh di posisi yang diinginkan jika kita memukul dengan cara tertentu sambil memperkirakan daya jangkau, kondisi angin, dan seterusnya.

"NU juga begitu, ia akan menjadi seperti apa amat tergantung dari bagaimana kita mengoptimalkan energi yang dikandungnya," tambahnya.

Ia pun mengingatkan kekuatan-kekuatan NU di berbagai sisi tidak akan ada artinya jika tercerai berai. Warga NU boleh dan bisa di mana-mana, tapi keberadaannya harus konsisten membawa kepentingan NU.

"Tapi kepentingan NU di sini bukan berarti secara sempit sekadar untuk memperbesar organisasi. Lebih dari itu, kepentingan NU sesungguhnya sama dengan kepentingan bangsa dan negara. Yakni, bagaimana mewujudkan maqashid syariah dalam kerangka NKRI yang berbhinneka tunggal ika. Bukan sebaliknya, mengangkangi konstitusi dan kesepakatan warga bangsa dengan formalisasi syariah maupun sebaliknya liberalisasi aturan," tegasnya.

Menag pun mengajak seluruh warga NU untuk membuang jauh segala perbedaan dan menyatukan kembali energi ke-NU-an (ghirah nahdhiyah) dengan meneguhkan komitmen bersama sesuai cita-cita pendiri NU, yakni perbaikan umat dalam berbagai bidang seperti agama, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. (Muhammad Faizin)