Internasional

Referendum, Langkah Penyelesaian Konflik Bangsa Moro Filipina Selatan

Rab, 23 Januari 2019 | 02:45 WIB

Referendum, Langkah Penyelesaian Konflik Bangsa Moro Filipina Selatan

Foto: Ilustrasi (B. Calupitan)

Jakarta, NU Online
Pemerintah Filipina menggelar referendum sebagai wujud perdamaian dengan Fron Pembebasan Islam Moro atau Moro Islamic Liberation Front (MILF) yang telah disepakati pada 2014 silam. Referendum itu digelar bertahap, yakni pada Senin (21/1) dan tahap kedua akan digelar pada Rabu (6/1) jika mayoritas memilih 'ya' (otonomi) pada putaran pertama.
 
Pengamat Hubungan Internasional Labib Syarif melihat hal itu sebagai suatu solusi penyelesaian konflik yang sudah 50 tahun berlangsung. "Referendum pertama soal perluasan otonomi atau otonomi komprehensif yang dilakukan oleh pemerintah Filipina terhadap Bangsa Moro merupakan langkah resolusi konflik yang baik," katanya, Selasa (22/1).
 
Pasalnya, langkah tersebut, kata Labib, merupakan upaya penyelesaian konflik dari pihak-pihak bertikai (peacemaking) yang memuaskan kedua belah pihak (win-win solution), baik itu Bangsa Moro maupun pemerintah Filipina.
 
Sebagaimana diketahui, sejak tahun 1970, MILF telah berkonflik dengan pemerintah Filipina untuk memisahkan diri. Ratusan ribu orang meninggal dunia akibat konflik tersebut. Terlebih pada 2017 lalu, di Filipina Selatan ini terdapat infiltrasi dari ISIS, tepatnya di Marawi.
 
Oleh karena itu, pilihan 'ya' untuk otonomi, menurutnya, dapat menurunkan tensi konflik sekaligus memajukan politik dan ekonominya. "Jika masyarakat Bangsa Moro ini mengatakan 'ya' dalam referendum soal otonomi komprehensifnya, maka dapat menurunkan eskalasi konflik dan akan memajukan politik dan ekonomi wilayah Muslim minoritas di Mindanao, Filipina Selatan," ujar Pendiri Dialektik.id itu.
 
Sebab, menurutnya, jika otonomi ini kelak diberlakukan, berdasarkan Bangsamoro Organic Law (BOL), maka pihak MILF akan menonaktifkan kombatannya dan pemerintahan transisi akan dipimpin oleh MILF.
 
Di samping itu, yang tak kalah penting, menurutnya, adalah pembangunan infrastruktur dan investasi di Mindanao. Berdasarkan output dari otonomi ini, kata Labib, maka terlihat proses pemulihan pascakonflik akan terealisasi.
 
"Jadi terlihat urgensi otonomi komprehensif untuk Bangsa Moro sangatlah penting, yaitu untuk perdamaian bagi kehidupan warga sipil di sana yang sudah lama didera konflik. Dengan otonomi ini pula, Bangsa Moro akan mendapatkan hak-hak yang lebih besar, seperti hak pendapatan dan administrasi sipil," pungkasnya. (Syakir NF/Muhammad Faizin)