Internasional

Saat Rais PCINU Mengisi Khutbah Idul Adha di Jerman

Kam, 22 Juli 2021 | 02:30 WIB

Saat Rais PCINU Mengisi Khutbah Idul Adha di Jerman

Pelaksanaan Idul Adha di halaman belakang Trinkpavillon di Stadthalle Bad Godesberg Bonn, Selasa (20/07/2021). (Foto: PCINU Jerman)

Bonn, NU Online

Gema takbir masih terdengar di kota Bonn, Jerman pada Selasa (20/07/2021) pagi. Kegiatan shalat Idul Adha kali ini spesial, justru karena dilarang melaksanakannya di dalam ruangan, panitia melaksanakan di luar ruangan.

 

Lokasi shalat Idul Adha di halaman belakang Trinkpavillon di Stadthalle Bad Godesberg Bonn, juga dihadiri oleh segenap jajaran pejabat Konsulat Jenderal RI di Frankfurt. Ketua Indonesia Muslim Bonn, Ustadz H Ibrahim Omar menjadi imam shalat, dan Rais Syuriyah PCINU Jerman, KH Syaeful Fattah sebagai khatib.

 

KH Syaeful Fattah menyampaikan khutbah dalam bahasa Indonesia. Ia mengawali dengan perkenalan mengenai Nahdlatul Ulama Jerman sebagai organisasi yang berperan penting dalam dakwah Islam dan menjaga keimanan umat. Selain itu, Kiai Syaeful menyampaikan beberapa poin penting sebagai pegangan umat Islam. 

 

Inti ajaran Islam ialah tauhid, kata Kiai Syaeful, adalah penerapan syariat serta keteladanan akhlak yang mulia. Tauhid Ahlussunnah wal Jamaah dipelajari dengan metode sifat 20, kemudian pelaksanaan syariat Islam mengikuti para Imam Mazhab terutama Imam Syafi'i yang diikuti oleh mayoritas ulama, serta mengikuti akhlak mulia yang diteladankan oleh para ulama, guru dan kiai terutama menginduk yang diajarkan oleh Imam Ghazali.

 

Kiai Syaeful mengutip Al-Qur'an Surat at-Tahrim ayat 6 yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". 

 

Dari ayat ini, lanjutnya, didapat pengertian bahwa tujuan dakwah adalah agar kita bisa menjaga diri kita dan keluarga dari api neraka.

 

Kiai Syaeful menerangkan, inti ajaran utama yang harus dijaga adalah kalimat tauhid "La ilaha illallah" yang merupakan bagian dari syahadat. Untuk menjaga ini, ia mengajak para jamaah untuk saling menjaga iman sebagai sesama Muslim melalui saling mengingatkan dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar. 

 

Salah satu cara menguatkan keimanan ialah dengan mempelajari kembali sifat-sifat Allah dengan benar. Pembelajaran tentang sifat-sifat Allah ini harus dilaksanakan dengan guru yang benar, tidak hanya melalui Al-Qur'an terjemahan, agar tidak terjadi kesalahan pemahaman. Hal inilah yang dilakukan oleh PCINU Jerman melalui pendidikan sebagai tanda rasa kasih sayang kepada masyarakat.

 

Dalam rangka pengajaran dan penguatan ini, menurut Kiai Syaeful, pemahaman dan kebutuhan masyarakat berbeda-beda. Ada yang memerlukan penjelasan secara rinci, ada pula yang minimal hanya perlu pengucapan kalimat tauhidnya diulang-ulang. "Pentingnya pengulangan kalimat tauhid ini ditekankan lagi oleh beliau melalui cerita kasus orang yang melafalkan syahadat hanya ketika menikah, namun setelah itu lupa," ujarnya.

 

Ia juga menyampaikan kepada para jamaah agar membiasakan diri berzikir dengan kalimat tauhid. Serta, tetap saling mengingatkan untuk mengulang-ulang kalimat syahadat semampunya, terutama kepada mereka yang jarang berinteraksi dengan pembelajaran agama Islam, agar mereka tetap bisa mengingat kalimat syahadat sampai akhir hayat.

 

Selanjutnya Kiai Syaeful menceritakan kisah Nabi Ibrahim as. yang diperintahkan oleh Allah untuk meletakkan keturunannya di lembah yang tidak ada tumbuh-tumbuhan, di dekat Baitullah, di Makkah. Di dalam ayat al-Qur’an surah Ibrahim ayat 37 bahwa Nabi Ibrahim as. berdoa agar keturunannya mendirikan sholat, dan menjadikan hati manusia cenderung kepada mereka dengan kasih sayang agar mereka bersyukur. 

 

"Dalam konteks tinggal di Jerman, kita memerlukan agar Allah meletakkan rasa kasih sayang dari manusia yang lain kepada kita agar mereka memudahkan kita untuk beribadah. Oleh karena itu kita perlu lebih dahulu memupuk hubungan yang baik dengan masyarakat di Jerman," kata Kiai Syaeful.

 

Nikmat Allah ini, menurutnya perlu disyukuri dengan rasa kasih sayang yang ditebarkan kepada orang lain. Sehingga, kita dapat menjelaskan Islam kepada sekitar dengan cara yang baik.

 

"Bentuk kasih sayang serta syukur kita yang lain misalnya dengan kita tertib mengikuti peraturan pemerintah dalam protokol kesehatan, karena dengan itu kita menjaga kesehatan dan perasaan orang lain agar tidak takut atau khawatir ketika berinteraksi dengan kita," tegasnya.

 

Konjen RI di Frankfurt, Acep Soemantri, menyampaikan penghormatan kepada tamu acara serta terima kasih kepada penyelenggara. Selain itu ia juga menyampaikan belasungkawa atas musibah banjir yang menimpa negara bagian Nordrhein Westfalen dan Rheinland-Pfalz. Tak lupa ia mengingatkan kepada para jamaah agar tetap waspada atas berbagai varian mutasi virus Covid-19 yang lebih menular dan mematikan.

 

Ketua Indo-Muslim Bonn, Ustadz Ibrahim Omar, yang sudah puluhan tahun bermukim di Jerman mengatakan rasa syukurnya karena dapat melaksanakan shalat Idul Adha, terlebih lagi karena acaranya diadakan di luar ruangan dan dihadiri oleh tamu dari berbagai kota.

 

Ia menyebut kegiatan ini sebuah kesempatan istimewa karena kedatangan kiai kondang dari München, yaitu KH Syaeful Fattah.

 

Kegiatan tersebut dengan menerapkan protokol kesehatan disertai persyaratan membawa bukti negatif tes Covid-19 atau bukti vaksin. Kegiatan berjalan tertib dan khidmat dengan jamaah dari berbagai kota seperti Aachen, Bielefeld, Frankfurt, Hamburg, dan München.

 

Editor: Kendi Setiawan