Internasional JURNAL DAI RAMADHAN

Semangat Buruh Migran Belajar Membaca Al-Qur’an

Sab, 17 Juni 2017 | 03:00 WIB

Salah satu aktivitas yang membuat saya amat bersemangat ialah mengajar membaca Al-Qur’an kepada para Buruh Migran Indonesia (BMI). Betapa tidak, predikat manusia terbaik adalah bagi mereka yang mempelajari serta mengajarkan Al-Qur’an. Inilah pujian dari Baginda Nabi SAW yang amat agung.

Kita dipuji seseorang yang punya kedudukan pun, bisa begitu bangga dan senangnya, apalagi mendapatkan pujian dari manusia dengan pangkat tertinggi, yang kalamnya ialah berdasarkan wahyu Allah SWT. Imam al-Ghazali berpendapat bahwa menghormati keagungan Al-Qur'an itu sudah merupakan ibadah tersendiri.
 
Karenanya, walau pada malam harinya saya tidak tidur sama sekali, Kamis subuh 15 Juni, usai mengimami shalat berjamaah saya katakan, "Silahkan dibuka ayat kursi ya."
 
Sejak Senin 12 Juni lalu kajian yang awalnya diisi dengan kuliah subuh, saya variasikan dengan pembelajaran  ilmu tajwid. Saya mempertimbangkan, walau bekerja seharian, disusul shalat tarawih hingga pukul satu malam, rutin sekali mereka membaca Al-Qur'an dari waktu sahur sampai shalat subuh tiba.
 
Saya amat kagum dengan semangat mereka. Saya berharap semangat ini bisa menular kepada siapa saja yang punya banyak waktu luang namun enggan memanfaatkannya.

"Saya Ustadz mau coba," kata Bu Ani dengan semangat ketika subuh itu saya kenalkan keselarasan dalam membaca Al Quran.
 
"Coba bayangkan ibu dandan tapi tidak serasi, misalnya bedak pipi yang kanan lebih tebel dari yang kiri,” kata saya. Spontan mereka tertawa.
 
“Begitu juga Al-Qur'an, tentu akan lebih indah bila ada keserasian panjang dalam bacaan madnya. Surat Al-Fatihah misalnya, bila mad aridh li al-sukun-nya dibaca 2 harakat maka serasikan dua harakat semua sampai ayat ketujuh. Bila memilih formasi 4 harakat maka 4 semua demikian juga bila 6 harakat yang dipilih,” saya meneruskan.

Tak lupa saya menyampaikan, Nabi SAW dengan malaikat Jibril setiap tahun senantiasa bertadarus al-Quran. Tadarus berasal dari kata 'darasa' yang artinya mempelajari. Bentuk kata 'tadarus' memiliki makna adanya dua pihak yang saling berinteraksi, sehingga tadarus ialah ada upaya saling mempelajari, berdiskusi, saling memahamkan dan saling mengingatkan.

Hal ini sebagaimana metode para sahabat dalam mempelajari Al-Qur'an, di mana mereka tidak beranjak sebelum memahami dan mengamalkannya. Walaupun mengkhatamkan Al Qur'an juga merupakan amalan shalih yang amat baik, jangan sampai kita tenggelam hanya untuk berlomba mengejar target khatam dalam sekian kali.

Al-Qur'an berarti bacaan yang sempurna. Sampai detik ini senantiasa bisa menyuguhkan aneka hidangan petunjuk sesuai zaman, bahkan dalam perubahan yang amat cepat. Oleh karenanya tadarus Al Qur'an perlu menjadi tradisi keilmuan di majelis-majelis kita ke depannya. Sehingga petunjuknya benar-benar bisa membumi dan keindahannya meresap dalam lubuk hati.

Walaupun setiap ayat bisa hammalatun lilwujuh atau mengandung ragam wajah dan pandangan, kita tetap perlu saling menghormati terhadap yang memiliki perbedaan terkait pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur'an. Menghormati bukan berarti menerimanya. Itu dilakukan selama pendapat tersebut bercirikan kedamaian dan sesuai dengan kaidah dalam ilmu-ilmu Al Qur'an.

Tak terasa sudah setengah enam. Begitulah bila waktu diinvestasikan untuk belajar Al Qur'an, selain mengandung keberkahan ia juga bisa mengisi relung jiwa akan rindunya kesejukan Al Qur'an.

Saepuloh, anggota Tim Inti Dai Internasional dan Media (TIDIM) LDNU yang ditugaskan ke Macau. Kegiatan ini bekerjasama dengan LAZISNU.