Internasional

Upaya Pengaburan Peran Islam dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia

Ahad, 28 November 2021 | 19:00 WIB

Upaya Pengaburan Peran Islam dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia

Sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara saat menjadi narasumber dalam Webinar Peringatan Hari Pahlawan yang digelar Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang.

Jakarta, NU Online

Dalam catatan sejarah, peran Islam untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia banyak ditulis oleh para sejarawan. Hanya saja masih ada beberapa yang belum terungkap. Sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara mengatakan, hal ini memungkinkan adanya upaya pengaburan sejarah atas kontribusi umat Islam di Indonesia. 


Salah satunya adalah penghapusan kalimat ‘berdasarkan Islam’ dalam teks pernyataan Jepang saat menjanjikan kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia pada tanggal 7 Sepetember 1944. Kendati ini merupakan janji palsu dari Jepang untuk memperoleh dukungan dari rakyat pribumi. 


“Kalimat ‘berdasarkan Islam' itu ada sebenarnya, tapi oleh sejarah dihapuskan,” ungkap Ahmad Mansur dalam Peringatan Hari Pahlawan Nasional yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang secara daring, pada Sabtu (27/11/2021). 


Dikisahkan, saat itu, posisi Jepang sedang terhimpit dalam melawan pasukan sekutu. Menyadari kekuatan rakyat Indonesia yang sangat besar, mereka pun menjanjikan kemerdekaan agar mendapat dukungan. Dalam sidang istimewa Teikoku Henkai ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri Kuniaku Kioso manyampaikan janji tersebut pada 7 September 1944 yang dinamakan Janji Kioso. 


Dalam webinar bertajuk Menapak Fondasi Jihad Kemerdekaan, Membangun Cita Negara Hukum Menuju Indoesia Emas 2045 itu, Ahmad Mansur juga mengungkapkan, sebenarnya warna merah dan putih yang menjadi simbol bendera Indonesia merupakan lambang yang islami. Ini semakin memperkuat peran umat Islam dalam mewujudkan kemerdekaan. 


Guru Besar Universitas Padjajaran (Unpad) itu beralasan, warna merah dan putih sendiri merupakan warna yang menjadi simbol kebanggaan bagi Nabi Muhammad saw. 


Mendasari argumennya, dia mengutip sabda Nabi saw yang artinya, “Sesungguhnya Allah melipat bumi untukku hingga saya dapat timur serta baratnya. Sebenarnya kekuasaan umatku akan meraih apa yang sudah ditampakkan untukku. Saya diberi dua perbendaharaan besar, yaitu warna merah dan putih.” 


“Pemikiran-pemikiran sejarah seperti ini dihilangkan,” ujar pria kelahiran 1935 itu. 


Selain itu, lanjut Ahmad Mansur, warna merah juga warna yang sering diungkapkan oleh para Nabi. Seperti Nabi Muhammad yang memanggil Siti Aisyah dengan julukan ‘Humaira’ yang artinya kemerah-merahan. 


Penulis buku Api Sejarah itu juga mengisahkan, dulu pada zaman kolonial, mimbar-mimbar khutbah di masjid akan ditandai dengan bendera merah putih. Hanya saja kemudian dilarang oleh Belanda. Menurut dia, ini merupakan salah satu bentuk perjuangan umat Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan yang juga jarang diungkap sejarawan. 


“Dulu waktu saya kecil masih melihatnya, saya masih ingat,” pungkasnya.


Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Syakir NF