Internasional

Warga India Gelar Aksi Protes ‘UU Anti-Islam’ di Acara Pernikahan dan Wisuda

Sab, 4 Januari 2020 | 16:45 WIB

Warga India Gelar Aksi Protes ‘UU Anti-Islam’ di Acara Pernikahan dan Wisuda

Sepasang warga Delhi, Nadeem Akhtar dan Amina Zakiah, menggelar aksi protes menentang UU Kewarganegaraan yang dianggap anti-Muslim dalam resepsi pernikahannya. (Foto: BBC/Farkhan Khan)

New Delhi, NU Online
Pihak keamanan India melarang warga menggelar aksi demonstrasi di jalanan untuk menentang Undang-Undang Kewarganegaraan (CAA). Di samping itu, otoritas terkait juga sudah memblokir internet untuk menghentikan aksi unjuk rasa.

Larangan dan pembatasan tersebut tidak membuat warga India berhenti bersuara menentang UU yang dianggap anti-Islam tersebut. Karena dilarang turun ke jalan, mereka kemudian memindahkan aksi protesnya ke tempat lainnya seperti acara pernikahan dan wisuda kampus.  
 

Seperti diberitakan BBC, Sabtu (4/1), misalnya sepasang warga Delhi, Nadeem Akhtar dan Amina Zakiah, memanfaatkan acara resepsi pernikahan mereka sebagai media untuk menentang UU Anti-Muslim. Mereka memegang poster menentang UU Anti-Muslim ketika sedang berfoto dengan beberapa orang di sampingnya.  

Saudara pengantin perempuan, Mariyam Zakiah, mengatakan, resepsi pernikahan saudaranya tersebut sengaja dimanfaatkan untuk aksi protes menentang UU Anti-Muslim karena keluarganya khawatir dengan masa depan Muslim di India. 
 

Sementara seorang mahasiswi Universitas Jadavpur, Debsmita Chowdhury, merobek salinan UU Kewarganegaraan di acara wisuda kampus. Ia mengaku tidak memberi tahu siapapun sebelumnya kalau dia akan menggelar aksi protes di acara kampus tersebut. Hal itu membuat dosen dan teman-temannya kaget. 
 

 Chowdhury menentang UU Kewarganegaraan karena itu tidak sesuai dengan konstitusi India dan sangat diskriminatif. Ia mengaku khawatir dengan aksi menentang UU Kewarganegaraan yang berujung pada kekerasan dan kerusuhan.
"Saya sebenarnya pemalu, tapi untuk kali ini saya merasa perlu untuk bertindak. Saya ingin menjadi suara bagi orang-orang yang tak bisa menyuarakan pendapat," tegasnya. 

Untuk diketahui, Parlemen India mengesahkan UU Kewarganegaraan (CAA) pada Rabu, 11 Desember 2019. UU tersebut dianggap anti-Muslim. Pasalnya, UU baru itu memberikan akses kepada para pengungsi yang masuk ke India sejak atau sebelum 31 Desember 2014 dari tiga negara tetangga India (Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan) yang menganut agama minoritas di negara asalnya seperti Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsis, dan Kristen. Namun UU tersebut tidak menyebut Muslim dan tidak menawarkan manfaat kelayakan yang sama kepada imigran Muslim.    
 

UU itu juga berupaya melonggarkan persyaratan tempat tinggal di India untuk kewarganegaraan dengan naturalisasi dari 11 tahun menjadi lima tahun bagi para migran yang dicakup dalam Undang-undang tersebut.   

Pengesahan UU tersebut menyulut sejumlah aksi protes oleh masyarakat India dari berbagai agama, bukan hanya Muslim, di sejumlah wilayah selama beberapa pekan setelahnya. Mereka memprotes UU tersebut karena dianggap diskriminatif terhadap umat Islam dan bertentangan dengan nilai-nilai negara India sebagai sekuler yang merangkul dan menghargai keragaman.

Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad