Internasional

Ziarah Imam Syadzili

Kam, 25 November 2021 | 15:00 WIB

Ziarah Imam Syadzili

Masjid dan Makam Imam Syadzili dari Bukit di daerah Lembah Humaitsarah.

Kairo, NU Online

Hembusan angin datang menusuk kulit-kulit berlapis baju hangat menemani keberangkatan Nahdliyin Mesir dari kota Kairo di tengah malam itu. Dinginnya menyentuh angka 15 derajat Celcius, apalagi di tengah waktu malam yang menutup segenap kehangatan mentari. Namun, semua itu bukan halangan bagi para mahasiswa yang tengah studi di Mesir untuk dapat menyecap berkah wali-wali besar yang masyhur di wilayah Luxor, Mesir. 


Perjalanan ini bertemakan Holy Tour yang diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Mesir dengan menggunakan bus. Perjalanan dimulai sejak pagi hari menuju berziarah ke komplek pemakaman Bahnasa, komplek pemakaman para sahabat yang mati syahid pada peristiwa Fathu Misr era Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab. Lalu dilanjutkan dengan berziarah ke Makam Sidi Syaikh Abdurrahim Al-Qinawi, Qina, hingga waktu Maghrib tiba. 


Perjalanan dilanjutkan menuju kediaman Syekh Muhammad bin Ahmad Al-Jailani, Mursyid Tarekat Jailaniyah di daerah Luxor dan bermalam di sana. Selepas shalat Ashar, barulah rombongan bertolak menuju area pemakaman Imam Abu Hasan Asy-Syadzili. 


Saat itu pukul 02.00, Senin (22/11/2021) dinihari, rombongan singgah di sebuah majelis tarekat bernama Sahah Sayyidah Zakiyah yang berada tepat di belakang Masjid Imam Asy-Syadzili dan bermalam di sana. Saat azan Subuh berkumandang, barulah rombongan bergegas menuju masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah.

 

 

Namun selepas shalat, rombongan dibuat terkejut seputar kebijakan di sana yang rupanya masih melarang para peziarah untuk masuk ke area pemakaman karena alasan protokol Kesehatan. Karenanya, tanpa mengurungkan niat, rombongan PCINU Mesir pun membacakan tahlil dan doa di luar area pemakaman tanpa sedikitpun mengurangi kekhusyukan, meskipun udara dingin terus menyerang. 


Kesempatan berziarah ini tak akan dilewatkan begitu saja meskipun terbentur kenyataan larangan memasuki area makam. Sebab, siapa yang tak kenal sosok Imam Abu Hasan Asy-Syadzili, sosok yang disebut Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari dalam kitabnya, Risalatu Ahlis Sunnah wal Jama'ah, sebagai mazhab Muslim Nusantara dalam bertasawuf. Namanya hampir tak pernah absen dari kiriman Al-Fatihah para kiai. 

 

Riwayat Singkat Imam Syadzili

Beliau bernama lengkap Abu Hasan Ali bin Abdullah Asy-Syadzili, seorang sufi masyhur yang namamya begitu diagungkan dalam dunia tasawuf. Ulama penuh kharisma ini berasal dari Maghrib (biasa kita sebut sebagai Maroko) yang dilahirkan pada tahun 593H / 1197M.

 

Adapun nisbah pada namanya yaitu Asy-Syadzili merupakan nama daerah tempat ia hidup semasa kecil hingga memulai perjalanan dakwahnya. Namun ada juga sebagian ulama yang mengatakan bahwa nisbah nama tersebut murni berasal dari kata Syadz, sebuah istilah yang menunjukan arti ketidaknormalan atau berbeda dari umumnya dikarenakan derajat beliau yang begitu tinggi dalam makrifat. 


Dalam safarnya, Imam Syadzili menjelajah ke berbagai negeri mulai dari Tunisia hingga ke Negeri Mesopotamia, Iraq. Namun, kakek guru Imam Ibnu Athaillah As-Sakandari Penulis kitab Al-Hikam, itu mengakhiri perjalanannya di kota Alexandria, Mesir. Kehadirannya ke kota tersebut rupanya mengundang daya tarik dari berbagai kalangan. Bahkan di majelisnya, turut hadir berbagai orang orang hebat di zamannya seperti Syekh Taqiyuddin Al-'Aid, Syekh Izuddin bin Abdissalam, juga Syekh Abu Abbas Al-Mursi. 


Lalu di akhir kisah hidupnya, peletak tonggak Tarekat Syadziliyah itu meminta kepada para muridnya untuk senantiasa pergi melaksanakan ibadah haji. Namun suatu Ketika, saat pemberangkatan, Imam Syadzili juga meminta agar dibawakan seperangkat peralatan untuk upacara pemakaman seperti kain kaffan, hingga cangkul. Maka benar saja, belum sampai menginjakkan kaki di Kota Makkah, Sang Imam telah berpulang ke Hadirat Allah swt dan mengakhiri perjalanan tersebut di sebuah lembah di antara bukit-bukit batu yang mengelilinginya. Lembah tersebut berada di tengah tengah luasnya gurun pasir yang jauh dari pusat kehidupan, dan lembah tersebut bernama Humaitsarah.

 


Sejak saat itu, Lembah Humaitsarah menjadi sebuah tempat penuh makna dan sarat akan corak tasawuf. Seiring waktu beranjak, kehidupan di lembah tersebut kian terlihat. Diawali dengan dibangunnya masjid di sekitar area pemakaman sebagai sarana ibadah juga sebagai tempat "khalwat" para sufi, diikuti pula dengan pembangunan beberapa Sahah Tarekat (majelis khusus tarekat) di sekitarnya.

 

Demikian juga dengan beberapa rumah penduduk dan perkemahan orang orang badui. Maka tampaklah peradaban di tempat tersebut meskipun persediaan air hanya didapat melalui pemasok. Dahulu, lembah ini hanyalah gundukan pasir tak berkehidupan. Kini menjadi tempat yang kental dengan nuansa sufi.


Tak diketahui pasti adanya peninggalan Imam Syadzili di tempat tersebut. Hanya saja, tersiar kabar simpang siur bahwasanya sumur di depan area pemakaman merupakan peninggalan Sang Imam. Untuk masjidnya sendiri, terakhir masjid tersebut direnovasi oleh Maulana Syekh Ali Jumah. Corak masjid tersebut sekilas nampak mirip dengan masjid miliknya yang berada di Kota 6 Oktober.

 

Panggilan Spiritual

Di depan masjid dan area pemakaman terdapat sebuah bukit batu tertinggi di antara bukit lainnya. Bila kita berada di puncaknya, maka seluruh wilayah Humaitsarah dapat terlihat dan tersedia pemandangan yang cukup memanjakan mata. Nahdliyin Mesir pun menghabiskan waktu di atas puncak bukit tersebut dengan mengabadikan momen serta mendengarkan biografi singkat tentang Imam Syadzili yang disampaikan oleh panitia setelah memanjatkan tahlil dan do'a di hadapan gerbang area pemakaman Imam Asy-Syadzili. 

 


Hingga selepas shalat Zuhur, rombongan bertolak kembali menuju Kairo. Perjalanan wisata religi dengan menziarahi para wali tersebut memberikan sentuhan spiritual di setiap benak peziarahnya. Bagi para pelajar di Mesir, terkhusus para santri Nusantara, ziarah para wali merupakan kesempatan untuk menambah daya dan spirit dalam belajar dan mengaji sebanyak-banyaknya.

 

Keberkahan dan karamah wali, khususnya Imam Syadzili, tersebut memberikan sentuhan magis yang dapat mendongkrak semangat untuk menggali pengetahuan. Ziarah ini barangkali merupakan ‘undangan’ para wali di Negeri Kinanah yang tak setiap Muslim dapat menunaikannya.

Kontributor: Abdullah Syafi'i
Editor: Syakir NF