Jabar

KH Abun Bunyamin: Tidak Ada Istilah Mantan bagi Santri

Sel, 17 Mei 2022 | 14:50 WIB

KH Abun Bunyamin: Tidak Ada Istilah Mantan bagi Santri

KH Abun Bunyamin: Tidak Ada Istilah Mantan Bagi Santri

Purwakarta, NU Online Jabar
Pimpinan pondok pesantren Al Muhajirin Purwakarta KH Abun Bunyamin mengungkapkan, santri tidak terdapat istilah mantan, selamanya dapat disebut santri, selagi memenuhi empat ciri. Hal tersebut disampaikan saat memberikan tausiyah pada gelaran Halal Bi Halal Santri Alumni Al Muhajirin dari angkatan 1993 - 2021 di Pondok Pesantren Al Muhajirin Pusat, Jalan Veteran, Purwakarta, Senin (16/5). 


"Santri itu tidak ada istilah mantan, kalau lurah, PNS, pejabat itu ada mantannya, sedangkan santri tidak. Berarti kalau sudah mantan tidak ada ciri kesantrian lagi," tegas kiai Abun yang juga merupakan Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat. 


Santri itu, sambungnya, setidaknya terdapat empat ciri. Pertama rajin ibadah, baik di pondok maupun di luar pondok tetap rajin ibadahnya. Hal tersebut sudah terkenal sedari dulu bahwa santri itu ahli ibadah.


Kemudian kedua santri itu mumpuni di bidang agama, mengerti terhadap agama, dari mulai fikih, tauhid dan akhlak. Tentu yang paling mendasar adalah kemampuannya dalam membaca Al Quran, sehingga layak menjadi imam di masjid. 


"Ketiga memiliki akhlak yang baik. santun, ramah, akrab itu merupakan ciri santri. Keempat selalu siap untuk hidup mandiri, tidak bergantung kepada orang lain. Tidak bersandar kepada makhluk namun bersandar hanya kepada Allah," jelas kiai Abun. 


Kiai Abun menyebut makanya santri itu siap menjadi mujahid, siap jadi pejuang. Pejuang artinya yang siap berkorban banyak, baik pikiran, tenaga ataupun harta. Tidak pernah memikirkan berapa banyak harta yang didapat tapi hanya memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk agama Allah. 


Selain itu, kiai Abun mengamanatkan agar santri harus selalu belajar, tidak ada kata berhenti dalam belajar. Bila berhenti belajar karena sudah merasa pintar, sesungguhnya itu tanda dari kebodohan. 


Menurutnya ilmu itu dinamis, tidak akan selalu ada hanya pada satu posisi, akan selalu bergerak. Kalau ilmu bergerak sedangkan kita tidak bergerak, berarti tidak akan bisa mengimbangi pergerakan ilmu. 


"Anak-anaku sekalian apakah hari ini bapak berhenti belajar? tidak. Bapak tidak pernah berhenti belajar, selalu membaca, mutholaah, menulis, menghafal dan mengajar," ungkap kiai Abun. 


Terakhir, Kiai Abun merasa tidak ada kebahagiaan kecuali kita dapat bersilaturahmi, bermuwajahah. Karena hal seperti ini tidak bisa kita lakukan setiap bulan apalagi setiap minggu atau hari, kita hanya dapat melakukan dalam satu tahun ini.


Oleh karena itu, kiai Abun berharap silaturahmi pada hari ini semoga menjadi barokah bagi kita semua. 


Pewarta: Riki Baehaki
Editor: Muhammad Rizqy Fauzi