Jabar

Kisah KH Abdul Chalim Berjalan Kaki 14 Hari hendak Menemui KH Wahab Chasbullah

Rab, 3 Mei 2023 | 11:00 WIB

Kisah KH Abdul Chalim Berjalan Kaki 14 Hari hendak Menemui KH Wahab Chasbullah

Kisah Pertemuan KH Abdul Chalim dengan KH Wahab Chasbullah: Berjalan Kaki 14 Hari ke Surabaya. (Foto: NU Online Jabar)

KH Abdul Chalim adalah salah satu tokoh ulama yang mempunyai hubungan kedekatan dengan KH Wahab Chasbullah, keduanya sering berdiskusi dan bertukar pikiran serta gagasan untuk memajukan umat Muslim di Tanah Air saat menimba ilmu bersama di Hijaz. 


Diceritakan dalam buku KH Abdul Chalim Leuwimudin: Pendiri NU, Pahlawan Republik yang Terlupakan, suatu waktu KH Abdul Chalim tiba-tiba teringat KH Wahab Chasbullan yang pada waktu itu tinggal di Surabaya. Ia kemudian bertekad untuk menemui sahabat karibnya tersebut dengan cara berjalan kaki dari Leuwimunding, Majalengka menuju ke Surabaya. 


KH Abdul Chalim mulai melakukan perjalanan dari Leumunding menuju Patalagan, Losari, Tegal, Comal kemudian Batang. Di Kota Batang, Ia bertemu dengan KH Fadholi, seorang kiai yang terkenal sangat dermawan. Sebelum berangkat, KH Abdul Chalim menjual peninggalan ayahnya untuk diberikan kepada keluarganya untuk kebutuhan hidupnya.


Perjalanan tersebut ia tempuh bersama dengan adik iparnya, Abdullah selama 14 hari, 11 hari di antaranya beliau hanya makan kunir alias kunyit. 


Sampai pada suatu malam di tengah perjalanan di perbatasan Semarang, Ia melihat cahaya yang begitu besar dari kejauhan. Ketika cahaya semakin dekat, terdengar olehnya seakan gemuruh angin di hadapanya, dan ternyata itu adalah segerombolan kelelawar besar menghadang perjalanannya. 


Dengan tabah dan tawakal kepada Allah segerombolan kelelawar itu bisa dihalaunya. Perjalanan menuju Jawa Timur pun dilanjutkan melalui Demak kemudian Perwodadi, di mana adik iparnya kemudian pulang ke Leuwimundng. Ia kemudian melajutkan perjalanannya seorang diri.


Selama perjalanan, KH Abdul Chalim menginap di beberapa tempat, mekipun hanya sebentar-sebentar, Di Purwodadi, misalnya, dia menginap di rumah teman lamanya ketika bermukim di Hijaz, kemudian di Balai Desa Kebunroma, Sragen. 


Di Madiun, Ia menginap di sebuah bangunan milik satu kelurahan di Kertosono. Ia juga sempat singgah di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, kemudian juga menginap di langgar KH Usman di Krian, Mojokerto. 


Pada malam ke-15 dari perjalanannya tersebut, Ia tiba di Pacarkeling dan menginap di mushola milik KH Manan. Selama enam hari Abdul Chalim menjalani kehidupan di Pacarkeling. Kesederhanaan dan kesantunan Abdul Chalim membuatnya dapat mudah diterima masyarakat di kampong tersebut. Bahkan, Ia dapat mengajak beberapa pemuda untuk memperdalam agama Islam dengan cara diskusi di mushola Kiai Manan. 


Singkat cerita, pada 22 Juni 1922 Kiai Chalim dapat bertemu dengan KH Wahab Chasbullah, berkat bantuan KH Amin dari Praban. Kiai Wahab pun langsung memberi kepercayaan Kiai Chalim untuk mengajar di Nahdlatul Wathon di Kampung Kawatan VI Surabaya.


Begitulah kisah perjalanan KH Abdul Chalim dengan tekad bulatnya untuk bertemu KH Wahab Chasbulla dengan berjalan kaki dari Leuwimuding, Majalengka ke Surabaya.


Editor: Agung Gumelar