Jateng

Petani Klaten Beralih ke Teknologi Modern, Tak Lagi Andalkan Hujan dan Tenaga Manusia

NU Online  ·  Ahad, 20 Juli 2025 | 13:00 WIB

Petani Klaten Beralih ke Teknologi Modern, Tak Lagi Andalkan Hujan dan Tenaga Manusia

Drone pertanian Kelompok Tani Desa Taji, Juwiring Klaten.

Klaten, NU Online

Sejumlah petani di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mulai meninggalkan cara bertani tradisional yang mengandalkan musim hujan dan tenaga manusia. Mereka kini beralih ke sistem pertanian modern berbasis teknologi, seperti drone, traktor, dan berbagai mesin canggih lainnya.


Di Desa Taji, Kecamatan Juwiring, para petani sudah akrab dengan penggunaan drone pertanian, rice transplanter, rotavator, traktor, combine harvester, cultivator, dan alat-alat lainnya. Inovasi ini membuat proses bertani lebih efisien, hemat biaya, dan hasil panen meningkat.


Ketua Kelompok Tani Desa Taji, Muhammad Sensus, mengatakan bahwa pemanfaatan mekanisasi pertanian sangat membantu para petani dalam menghemat waktu dan biaya produksi.


“Kalau memakai mekanisasi pertanian dengan alat-alat yang canggih, ini bisa lebih efisien dan hemat biaya,” katanya, sebagaimana dikutip NU Online Jateng.


Menurutnya, sistem tradisional membutuhkan banyak tenaga kerja dan waktu yang lebih lama. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi petani, terutama saat jumlah buruh tani makin berkurang.


“Alat-alat ini sangat membantu petani. Karena bisa lebih cepat dibanding dengan tenaga manusia,” lanjutnya.


Sensus menjelaskan bahwa drone pertanian digunakan untuk memantau pertumbuhan tanaman serta menyemprotkan pestisida secara menyeluruh dan merata. Teknologi ini membuat proses pengendalian hama menjadi lebih efektif.


“Kalau untuk mengendalikan hama, drone ini sangat bagus. Bisa menjangkau sampai tanah bagian bawah. Kalau pakai tradisional itu lama, dan mungkin tidak bisa merata seperti drone,” tuturnya.


Kelompok tani yang dipimpinnya beranggotakan sekitar 50 petani, dengan lahan garapan seluas 32 hektare. Mereka telah menggunakan mekanisasi pertanian selama setahun terakhir, mulai dari pengolahan tanah, penanaman, perawatan, hingga panen.


“Memakai alat seperti ini sudah sekitar satu tahun ini. Efisien, biaya lebih murah, dan hasilnya sukses,” ungkap Sensus.


Sebelum beralih ke sistem modern dan membentuk kelompok tani, para petani di wilayahnya kerap mengalami gagal panen akibat keterbatasan alat dan cuaca yang tidak menentu.


“Wah, kalau dulu sering gagal panen. Tapi setelah ada kelompok tani dan juga penggunaan alat seperti ini, jadi panennya bagus,” jelasnya.


Meski begitu, ia menyebutkan bahwa sebagian besar lahan pertanian di wilayahnya masih bergantung pada hujan. Saat musim kemarau tiba, para petani kerap kesulitan mendapatkan air.


“Kami harap ada solusi terbaik untuk persoalan air di sini. Syukur-syukur ada bantuan sumur dalam. Lahan sudah kami siapkan,” ujarnya.


Senada dengan itu, Suparman, petani dari Desa Kedungampel, Kecamatan Cawas, mengatakan bahwa mekanisasi pertanian sangat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas di tengah minimnya tenaga kerja.


“Alat-alat sekarang ini sangat memanjakan petani. Lebih mudah, murah, dan hasilnya bagus,” tuturnya.


Baca selengkapnya di sini