Jatim

Cerita Karomah Syaikhona Kholil dan Syaikhona Yahya

Rab, 9 Maret 2022 | 09:00 WIB

Cerita Karomah Syaikhona Kholil dan Syaikhona Yahya

Makam Syaikhona Kholil di Bangkalan, Madura. (Foto: NOJ)

Sumenep, NU Online Jatim

Selain Syaikhona Kholil, di Bangkalan, Madura, juga terdapat kiai sezaman yang juga alim allamah, yaitu Syaikhona Yahya. Dua kiai ini sama-sama memiliki karomah. Keduanya juga menjadi pendidik dan menelurkan karya. Salah satu karya Syaikhona Yahya yang sampai saat ini tetap dikaji, terutama santri Madura, ialah Kitab Arkan.


KH Faraid, Pengasuh Pondok Pesantren Syaikhona Yahya Kamal, mengatakan bahwa Syaikhona Kholil dan Syaikhona Yahya tidak memiliki hubungan famili. Tapi hidup sezaman dan seperjuangan. “Keduanya juga sering bepergian berdua,” katanya saat disowani di kediamannya di Bangkalan, Selasa (08/03/2022).


Bila hendak bepergian, Syaikhona Kholil selalau mengajak Syaikhona Yahya, begitu pula sebaliknya. Soal kealiman, Syaikhona Kholil mengaku kalah dengan Syaikhona Yahya. Hal itu pernah disampaikan kepada santri Kiai Yahya bernama Tabri. "Seandainya seluruh ilmu dan amalku ditukar dengan amal kiaimu, niscaya aku masih harus nambah,” cerita Kiai Faraid menirukan ucapan Syaikhona Kholil kepada Tabri.


Kedua kiai kharismatik itu, lanjut Kiai Faraid, juga sama-sama memiliki karomah. Satu hari, papar cucu Syaikhona Yahya itu, ada seseorang terjatuh dari atas pohon kelapa dan mengalami patah tulang di bebebapa bagian tubuhnya. Dia kemudian dibawa ke kediaman Syaikhona Kholil untuk diobati.


Syaikhona Kholil lantas mengambil tongkat dan dipukulkan ke tubuh korban beberapa kali. "Kami (Syaikhona Kholil) bukan dukun,” kisah Kiai Faraid. Seketika itu korban bangkit dan berlari seperti orang ketakutan.


Begitu pula dengan Syaikhona Yahya. Dahulu, tutur Kiai Faraid, setiap orang Madura berangkat dan pulang dari Arab saat melaksanakan ibadah haji, pasti mampi ke pesantren yang diasuh Syaikhona Yahya di Kamal. Satu hari, selesai shalat berjamaah, Syaikhona Yahya menyuruh santrinya menutup lubang-lubang di tembok masjid dengan karung gula. Santri menurut saja tanpa tahu apa tujuan perintah sang kiai.


Beberapa hari kemudian, jamaah haji asal Madura datang dan mampir ke masjid yang dikelola Syaikhona Yahya. Ketika ditanya, jamaah mengaku hampir celakan karena kapal yang ditumpangi mengalami kebocoran dan air laut sempat masuk ke dalam kapal. “Untung para awak kapal menutupi lobang-lobang itu dengan karung gula,” ujar Kiai Faraid menirukan pengakuan jamaah ke Syaikhona Yahya.


Ketika akan dimakamkan saat wafat, tanah yang akan ditutupkan ke kuburan Syaikhona Yahya tidak cukup. Didatangkan tanah dari tempat lain tetap saja tidak bisa menutupi kuburan Syaikhona Yahya secara sempurna. Sambil menangis, Syaikhona Kholil yang membacakan talqin kemudian berkata, “ Rahmat Allah jangan dihabiskan sampean saja, Kiai Yahya.”


Makam Syaikhona Yahya akhirnya tertutupi dengan sempurna setelah kekurangannya ditimbun dengan pasir laut.