Kesehatan

Al-Farabi, Musik, dan Eksperimen Terapi

Sel, 22 November 2022 | 18:00 WIB

Al-Farabi, Musik, dan Eksperimen Terapi

Al-Farabi ilmuwan Muslim generasi awal yang menggunakan musik untuk kepentingan terapi. (Ilustrasi: via artzest.org)

Peradaban Islam mengenal terapi dengan musik dan lagu positif. Musik dan lagu positif dalam Islam mencakup arti yang luas, termasuk suara-suara yang indah. Beberapa suara yang indah dalam konteks syariah bisa menjadi hal yang mubah atau dibolehkan dan dianjurkan. Contoh yang terkenal adalah anjuran untuk memperindah suara bila membaca Al-Quran dengan cara dilagukan dan saat melantunkan azan.


Rumah sakit pada masa kejayaan Islam atau yang dikenal dengan bimaristan telah mempraktikkan azan sebagai salah satu terapi. Terapi yang dimaksud adalah terapi komplementer atau terapi pelengkap. Siapakah orang yang mencetuskan azan indah sebagai terapi? Bagaimana penerapannya di Bimaristan?


Abu Nasr Muhammad ibn Muhammad Farabi dikenal sebagai Alpharabius di dunia Barat dan Al-Farabi di dunia Muslim. Sebagai seorang filsuf, dokter, psikolog, dan ahli matematika Muslim yang hebat, Al-Farabi menghasilkan sekitar seratus enam puluh karya (Isgandarova, Music in Islamic Spiritual Care: a Review of Classical Sources, Emmanuel College of Victoria University). 


Al-Farabi juga bisa disebut sejarawan musik karena karya-karyanya merupakan sumber terpercaya tentang praktik ilmu tentang suara-suara indah pada masa Islam awal di Mekkah, Madinah, dan Damaskus, serta praktik musik pada masa Umayyah dan awal era Abbasiyah (Sawa, Music Performance Practice in the Early ‘Abbasid Era 132-320 Hijriah, Pontifical Institute of Medieval Studies, Toronto, 1989: halaman 14-17).


Salah satu suara-suara indah yang dibahas oleh Al-Farabi mencakup praktik-praktik religius di antaranya adalah melodi dan irama azan. Gaya lagu azan atau yang dikenal dengan maqam ada bermacam-macam dan memiliki efek yang berbeda-beda. Menurut penelitian dari Turki, maqam azan yang disebut dengan berbagai versi oleh Al-Farabi itu memiliki efek kejiwaan dan bermanfaat untuk kesehatan.


“Al-Farabi juga mengeksplorasi efek azan dan ‘meresepkan’ maqam azan setelah shalat lima waktu karena pengaruhnya terhadap emosi manusia. Rehavi dan Hüseyni setelah shalat subuh, Rast atau Rost setelah matahari terbit, Zengule di tengah sore, Neva setelah shalat magrib, Buzurg setelah shalat malam, dan Zirefkand sebelum tidur. Menurut Al-Farabi azan dengan irama Rast atau Rost memberikan kebahagiaan dan ketenangan. Azan dengan irama Rehavi berefek terhadap perasaan keabadian. Irama-irama atau melodi azan dengan maqam yang lain bisa berefek perasaan empati, memunculkan khauf, rasa percaya diri dan kesegaran, keinginan akan kegembiraan dan tawa, keinginan untuk tidur, perasaan akan kekuatan dan keberanian, perasaan damai, santai, serta keinginan untuk rendah hati (Reseptif Müzik Terapi).


Salah satu karya tulis Al-Farabi adalah Kitab al-Musiqa al-Kabir. Beliau menulis Kitab al-Musiqa al-Kabir atas permintaan Abu Jaʿfar Muḥammad bin al-Qasem Karki, wazir khalifah al-Razi, yang meminta Al-Farabi untuk menulis buku tentang ilmu musik menurut ahli teori Yunani kuno. Dalam buku ini Al-Farabi mengeksplorasi karya-karya Yunani dan menemukan kelemahan serius dalam teori-teori Yunani tentang musik. Namun, ia juga memasukkan fakta bahwa kelemahan-kelemahan yang disajikan dalam buku-buku tersebut mungkin juga disebabkan oleh kualitas terjemahan yang buruk (Music Performance Practice in the Early ‘Abbasid Era 132-320 Hijriah, Pontifical Institute of Medieval Studies, Toronto, 1989: halaman 14). 


Selain karya musik Yunani, Al-Farabi juga mengeksplorasi sumber-sumber Islam, khususnya dari Khalil bin Ahmed, al-Kindi, dan Isḥaq Mawṣeli. Beliau melakukan inovasi metodologi dan pendekatan logis dalam karya-karyanya. Oleh karena itu, dalam Kitab al-Musiqa al-Kabir-nya, Al-Farabi mengembangkan teori musik secara selektif sehubungan dengan pendekatannya terhadap karya-karya musik pada masa sebelumnya dan mengelaborasinya berdasarkan warna musik Timur Tengah.


Atas kontribusinya pada musik, Seyyed Hossein Nasr dan Mehdi Aminrazavi menyatakan:


“Dia (Al-Farabi) adalah master teori musik. Kitab al-Musiqa al-Kabir (Buku Besar tentang Musik), yang dikenal di Barat sebagai buku tentang musik Arab, sebenarnya adalah studi tentang teori musik Persia pada zamannya serta menyajikan prinsip filosofis besar tertentu tentang musik, kualitas kosmisnya, dan pengaruhnya terhadap jiwa,” (Nasr dan Aminrazavi, An Anthology of Philosophy in Persia: From Zoroaster to ‘Umar Khayyam, [Vol.1, London, 2007], halaman 135).


Selain mendalami musik sebagai ilmu, Farabi juga mendalami musik sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan praktis dan pengaruhnya terhadap jiwa atau yang penerapannya saat ini bisa dikatakan mendekati ilmu kedokteran jiwa. Oleh karena itu, pada masa peradaban Islam, rumah sakit atau Bimaristan di Kairo dan Damaskus menggunakan temuan Al-Farabi sebagai terapi komplementer melalui upaya memperdengarkan azan bagi pasien (Sidik, Kamaruzaman, dan Abdullah, Music Therapy in Medicine of Islamic Civilization dalam buku Music in Health and Diseases, 2021, Music Therapy in Medicine of Islamic Civilisation)


Bimarastan Al-Mansuri di Kairo, Mesir (zaman Mamluk) adalah rumah sakit yang dibangun pada tahun 1284 M oleh Malik al-Mansur Saifuddin Qalawun. Sebagai rumah sakit yang menerapkan terapi musik sebagai pengobatan, bimaristan itu dirancang dengan struktur dan halaman yang sesuai untuk mendukung pelaksanaan terapi musik dan suara-suara alami yang indah.


Halaman bimaristan itu menampilkan kolam, air mancur, dan taman yang memiliki efek terapeutik pada pasien. Suara aliran air terdengar di setiap ruang di rumah sakit. Suara azan yang berkumandang dari menara masjid menjadi terapi bagi penderita insomnia. Setelah berdiri selama tujuh abad, rumah sakit tersebut kini bernama Mustashfa Qalawun untuk pengobatan mata atau oftalmologi.


Bimarastan Nuruddin di Damaskus juga memiliki arsitektur dan halaman yang mendukung penerapan terapi musik untuk pasien gangguan jiwa. Desain rumah sakit dan halaman yang indah mirip dengan bimaristan Al-Mansuri. Suara azan yang berkumandang dari menara masjid di dekatnya juga menjadi terapi bagi penderita insomnia. Namun bangunan ini tidak lagi berfungsi sebagai rumah sakit karena diubah menjadi museum sejarah ilmu kedokteran Arab.


Keberadaan rumah sakit tersebut menunjukkan bahwa terapi musik banyak diterapkan pada abad pertengahan Islam. Penerapannya melibatkan suara-suara yang indah seperti suara azan dan suara air. Penggunaan suara-suara yang indah itu didukung dengan arsitektur dan desain halaman yang mengagumkan.


Untuk meningkatkan efek terapeutik, beberapa rumah sakit dilengkapi dengan sistem akustik; sebuah kubah dibangun untuk memantulkan suara dari dinding cekungnya, yang memfokuskannya di tengah, sehingga memperkuat suaranya. Sistem akustik ini membantu penyebaran suara hingga ke seluruh pelosok rumah sakit. 


Halaman rumah sakit dengan kolam air mancurnya di taman sangat kondusif untuk terapi menggunakan suara alami air yang mengalir. Hal itu menciptakan suasana yang tenang tidak hanya untuk pasien tetapi juga untuk staf rumah sakit dan pengunjung. Mereka yang dirawat dengan terapi azan sering kali adalah pasien gangguan jiwa serta individu dengan gangguan psikologis, seperti depresi, insomnia, dan melankoli. Keindahan azan dalam terapi ini berfungsi untuk menghibur, menenangkan pasien, dan menghilangkan rasa sakit.


Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi.