Kesehatan

Benarkah Epilepsi Penyakit Kutukan? Begini Jawaban Dokter NU

Kam, 12 Mei 2022 | 12:00 WIB

Benarkah Epilepsi Penyakit Kutukan? Begini Jawaban Dokter NU

Ilustrasi orang terkena penyakit epilepsi.

Jakarta, NU Online
Di masyarakat masih sesekali muncul berbagai pertanyaan seputar epilepsi. Salah satunya, apakah epilepsi merupakan penyakit kutukan atau guna-guna?


Pengurus Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) dr Heri Munajib menjelaskan epilepsi disebabkan gangguan pada otak yang menyebabkan aliran listrik di otak terganggu. Hal itu bisa dibuktikan dengan berbagai pemeriksaan medis mulai pemeriksaan elektro-ensefalografi atau pemeriksaan kelistrikan otak, computerized tomography scan (CT scan) kepala, hingga pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) ​​​​​​kepala.


"Pada tahun 400 sebelum Masehi, Hipokrates sudah menulis buku pertama tentang epilepsi dan membantah gagasan bahwa epilepsi adalah sebuah kutukan atau kekuatan kenabian. Hipokrates mengatakan bahwa epilepsi adalah gangguan di dalam otak," kata Dokter Heri Munajib kepada NU Online, Senin (9/5/2022).


Salah satu penggagas aplikasi layanan kesehatan santri SalamDoc itu meneruskan, pertanyaan lain yang juga muncul adalah apakah epilepsi hanya terjadi pada anak?


"Maka jawabannya semua orang bisa terkena epilepsi, tergantung kapan terjadi gangguan di otak dan epilepsi bisa mengenai semua usia, semua jenis kelamin dan semua jenis RAS," ungkapnya.


Berikutnya, apakah epilepsi bisa menular lewat air liur? Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang itu menjawab, "Epilepsi bukan penyakit menular, tidak dapat menular melalui apa pun, baik air liur, nafas, bekas alat makan, keringat atau yang lainnya."


Bisa disembuhkan
Pertanyaan berikutnya yang juga sering muncul adalah, apakah epilepsi tidak dapat disembuhkan? Menurut dokter yang juga aktif di Komunitas Terong Gosong itu menjelaskan bila penyebab epilepsi dapat diketahui dan segera diatasi maka akan dapat disembuhkan. Bila pencetus dapat dikontrol maka dapat terhindar dari serangan epilepsi.


"Hal ini seperti dengan serangan asma. Bisa kambuh setiap saat, dan saat normal tidak serangan ya dia seperti layaknya orang normal biasa, karena sejatinya penyakit epilepsi penyebabnya adalah gangguan kelistrikan di otak," ungkapnya.


Menurut Dokter Heri Munajib data terbaru menyebutkan bahwa ada 50 juta pasien epilepsi tersebar di seluruh dunia. Sebanyak 85 persen di antaranya hidup di negara sedang berkembang. Ia menyayangkan, dengan perjalanan panjang penyakit epilepsi, stigma terhadap pasien epilepsi tidak banyak berubah.

 

"Hal ini (stigma negatif), sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan masyarakat tentang epilepsi, tingkat pendidikan dan budaya setempat," terang dokter spesialis neurologi Universitas Airlangga Surabaya ini.


Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Muhammad Faizin