Ketupat, Sajian Khas Lebaran yang Sarat Nutrisi dan Gizi
NU Online · Senin, 31 Maret 2025 | 17:00 WIB
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Anggota Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU), Fahmy Arif Tsani menjelaskan bahwa ketupat menjadi salah satu makanan khas Lebaran Idul Fitri bagi warga Indonesia. Biasanya disajikan bersama makanan tambahan lain seperti opor ayam, rendang, dan sambal goreng.
“Ketupat memiliki adat dan tradisi bagi masyarakat Indonesia terutama bagi agama Islam,” ujar Fahmy saat dihubungi NU Online pada Sabtu (29/3//2025) malam.
Ia menjelaskan bahwa ketupat terbuat dari beras yang dimasukkan ke dalam daun kelapa yang dianyam dan kemudian direbus.
“Makanan ini dikenal dengan tekstur kenyal dan padat, serta memiliki rasa yang ringan namun mengenyangkan. Ketupat juga mengandung nutrisi penting yang dapat menjadi sumber energi utama bagi tubuh,” ujar Fahmy.
“Jika ketupat dikonsumsi dalam porsi yang tepat maka kandungan gizinya akan lebih maksimal. Beras yang digunakan untuk membuat ketupat adalah sumber karbohidrat yang sangat baik,” tambahnya.
Fahmy mengingatkan untuk tidak mengonsumsi ketupat secara berlebihan, karena konsumsi karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan kadar gula darah, apalagi ketika ketupat makan bersama dengan lauk yang kaya akan lemak.
Menurutnya, saat perayaan Lebaran, ketupat sering disajikan dengan makanan lainnya, seperti opor ayam, rendang, atau sambal goreng.
Ahli Gizi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah itu menyarankan supaya lauk yang menjadi makanan tambahannya diolah dengan cara yang lebih sehat, seperti mengurangi penggunaan minyak berlebihan dan memilih daging tanpa lemak.
“Ketupat lebih sehat jika disajikan dengan lauk yang seimbang, seperti sayuran dan buah, protein nabati atau hewani yang rendah lemak,” katanya.
Selain itu, Fahmy menyampaikan untuk memperhatikan porsi makan. Ia menganjurkan bahwa dalam satu piring besar, kandungan karbohidrat disajikan sebanyak sepertiga piring, sayur sebanyak sepertiga piring, dan lauk serta buah disajikan bersamaan sebanyak sepertiga piring.
“Dalam satu piring besar itu, maksimal karbonnya, maksimal lontongnya yaitu sepertiga piring saja, sepertiga kemudian itu sayur, jadi sayur dan lontong jumlahnya ini harus sama, sepertiga selanjutnya ini adanya lauk dan buah,” katanya.
Terpopuler
1
Fadli Zon Didesak Minta Maaf Karena Sebut Peristiwa Pemerkosaan Massal Mei 1998 Hanya Rumor
2
Mendesak! Orientasi Akhlak Jalan Raya di Pesantren
3
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
4
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
5
LD PBNU Ungkap Fungsi Masjid dalam Membina Umat yang Ramah Lingkungan
6
Orang-Orang yang Terhormat, Novel Sastrawan NU yang Dianggap Berbahaya Rezim Soeharto
Terkini
Lihat Semua