Kesehatan

Mitos Skabies Penyakit Berkah bagi Santri

Sen, 19 Desember 2022 | 21:00 WIB

Mitos Skabies Penyakit Berkah bagi Santri

Mitos Skabies Penyakit Berkah bagi Santri

Jakarta, NU Online
Skabies, gudik, atau budug kerap dijumpai di pesantren karena penularan kutu terjadi dari kontak kulit ke kulit dan penggunaan barang pribadi secara bersama-sama, misalnya kasur, bantal, dan selimut.


Terlebih, di pesantren, dalam satu kamar dihuni oleh banyak santri yang tidak semuanya telaten dalam menjaga kebersihan. Hal ini membuat risiko penularan skabies semakin besar.


Dokter dari Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dr Syifa Mustika tidak menampik soal itu. Menurutnya, alasan skabies kerap dilekatkan dengan kehidupan santri lantaran penyebab utama yang menyebabkan munculnya tungau tersebut adalah pengaruh dari faktor lingkungan yang padat penduduk dan kebersihan yang tidak terjaga.


“Salah satu contoh lingkungan padat penduduk adalah pondok pesantren dan asrama dikarenakan kebiasaan hidup bersama sehingga apabila salah satu sudah terjangkit, maka yang lain akan dengan mudah tertular,” terang dr Syifa kepada NU Online, Senin (19/12/2022).


Penularan skabies antar santri juga menurutnya dapat dipengaruhi apabila kebersihan pribadi maupun lingkungan tidak diperhatikan dan dijaga dengan baik. Sehingga pengetahuan terkait kebersihan lingkungan tempat tinggal, dalam hal ini kamar di asrama, sangat berperan besar dalam mempengaruhi perilaku kebersihan dari seseorang atau santri.


“Sebetulnya penyakit kulit ini bisa saja menjangkiti semua orang, jika orang itu tidak aware (sadar) terhadap kebersihan lingkungan. Jadi, tidak cuma santri saja yang bisa terkena penyakit ini,” ungkap Pengurus Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) itu.


Kendati demikian, ia tidak menyetujui mitos-mitos yang muncul di kalangan pesantren, bahwa kudis merupakan stempel resmi diterimanya seorang santri. Pasalnya, hal tersebut tidak selaras dengan slogan kebersihan sebagian dari iman, yang lantang disuarakan di lingkungan pesantren.


“Jika mitos itu dinormalisasi maka pesantren identik dengan tempat yang kumuh, kotor, dan jorok. Padahal realitasnya tidak demikian,” bantahnya.


Dr Syifa justru mengimbau kepada para santri agar tetap menjaga doktrin kebersihan sebagian dari iman sebagai prinsip santri. Untuk itu, hidup sehat menjadi harga mati bagi semua masyarakat, termasuk santri.


“Hadits tentang menjaga kebersihan harusnya menjadi alarm agar terhindar dari penyakit-penyakit yang timbul dari kebiasaan jorok. Maka santri perlu mempraktikkan betul nilai-nilai menjaga kebersihan ini agar terhindar dari penyakit gudikan/skabies,” tegasnya.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin