Kesehatan

Resep Jaga Suara Muazin dari Sayidah ‘Aisyah untuk Abdullah bin Ummi Maktum

Ahad, 24 April 2022 | 06:00 WIB

Resep Jaga Suara Muazin dari Sayidah ‘Aisyah untuk Abdullah bin Ummi Maktum

Bagaimana menjaga kualitas suara agar performa muazin tetap prima?

Menjadi muazin merupakan salah satu amal saleh yang membutuhkan komitmen tinggi dan fisik yang prima. Tidak hanya berdisiplin menepati waktu untuk mengumandangkan azan, seorang muazin juga perlu menjaga suaranya agar tetap enak didengar.


Tidak jarang, mereka menempuh berbagai upaya dari gurah hingga olah pernafasan untuk menjamin jamaah tetap nyaman ketika mendengar suaranya.


Pada bulan Ramadhan, tugas muazin semakin berat. Saat sebagian besar orang masih terlelap tidur, muazin biasanya sudah bangun dan bertugas. Apalagi bila azan menjelang subuh yang dikumandangkan sebanyak dua kali, maka tugas muazin tidak kurang dari mengumandangkan azan pertama sebagai penanda waktu sahur, menyerukan imsak, dan azan kedua di waktu subuh yang pasti menjadi rutinitas harian.


Apabila tidak ada partner untuk bergantian, frekuensi tugas yang bertambah bisa membuat tenaganya terkuras dan kualitas suara muazin menurun.


Bagaimana menjaga kualitas suara agar performa muazin tetap prima? Salah satu yang dapat ditempuh adalah dengan mengonsumsi makanan yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan saluran pernapasan. Otot-otot di sekitar mulut, hidung, hingga tenggorokan berperan penting di samping kekuatan napas. Kesegaran dan kebugaran organ-organ tersebut dapat diperoleh dengan mengonsumsi buah maupun suplemen.


Seorang sahabat nabi yang biasa menjadi muazin pada masa Rasulullah memiliki kebiasaan mengonsumsi jeruk dan madu. Dalam Kitab Thibbun Nabawi, Al-Hafiz adz-Dzahabi menceritakan:


“Masruq mengatakan, suatu hari aku masuk ke dalam tenda ‘Aisyah. Bersamanya ada seorang laki-laki yang buta. ‘Aisyah sedang memotong buah sitrun untuknya, dan laki-laki itu memakannya dengan mencelupkannya ke dalam madu. Aku bertanya, ‘Siapa laki-laki ini?’ ‘Aisyah menjawab, ‘Dia adalah ibnu Ummi Maktum.’” (Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Thibb An-Nabawi [Beirut, Dar Ihyaul Ulum: 1990], halaman 70).


Dalam kisah di atas, ada hal unik ketika buah jeruk disiapkan oleh Sayyidah ‘Aisyah. Sayyidah ‘Aisyah merupakan salah satu istri Rasulullah SAW yang memiliki keahlian dalam bidang pengobatan.


Sayyidah Aisyah ra menyiapkan buah jeruk untuk dikonsumsi oleh muazin Rasulullah, yaitu Ibnu Ummi Maktum. Sebelum memakannya, Ibnu Ummi Maktum ternyata mencelupkan jeruk itu ke dalam madu. Kombinasi jeruk dan madu yang dikonsumsi Ibnu Ummi Maktum ini menyiratkan sebuah ikhtiar untuk kesehatan.


Berdasarkan kisah tersebut, Al-Hafiz adz-Dzahabi menjelaskan bahwa sitrun atau jeruk termasuk buah yang kaya akan manfaat. Darinya, bisa dibuat air perasan jeruk yang baik untuk perut yang panas. Ia juga memperkuat dan menggembirakan hati, merangsang selera makan, memuaskan dahaga, dan mengenyangkan rasa lapar.


Penyebutan sitrun adalah nama umum untuk buah jeruk yang nama latinnya diawali dengan citrus. Dalam bahasa Arab, buah jeruk atau sitrun dikenal dengan utruj. Buahnya memiliki efek antioksidan yang tinggi sehingga dapat mencegah kerusakan sel-sel di saluran pernafasan. Otot-otot di tenggorokan yang termasuk saluran pernapasan bagian atas akan memperoleh manfaat berupa daya tahan yang baik dari kebiasaan mengonsumsi buah jeruk yang berefek antioksidan ini.


Selain jeruk, sahabat Ibnu Ummi Maktum mengonsumsi madu. Bahkan dalam kisah tersebut, ia mencelupkan jeruk ke dalam madu sebelum mengonsumsinya. Madu juga sudah dikenal sebagai suplemen makanan hewani yang kaya akan manfaat.


Selain antioksidan, madu juga mengandung nutrisi yang menguatkan tubuh. Kebugaran fisik menjadi kunci bagi seorang muazin yang melaksanakan tugasnya sejak terbit fajar, atau bahkan sejak malam hari. Dengan mengkonsumsi madu, kebugaran fisiknya akan tetap terjaga.


Prof. Dr. Abdul Basith Muhammad As-Sayyid dalam bukunya yang berjudul at-Taghdziyah an-Nabawiyah al-Ghadza baina ad-Da'a wa ad-Dawa mengungkapkan manfaat kombinasi jeruk dan madu.


“Madu lebah bila dicampurkan dengan perasan jeruk manis dapat dijadikan sebagai obat pemulih stamina, menambah nafsu makan, dan memberi kekuatan pada tubuh secara umum. Madu bisa dicampur dengan jus jeruk nipis untuk menyembuhkan flu, khususnya di musim semi, juga untuk mengobati kekeringan pada tenggorokan.”(Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, at-Taghdziyah an-Nabawiyah al-Ghadza bainad Da’a wad Dawa, Edisi Indonesia: Pola Makan Rasulullah Makanan Sehat Berkualitas Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, Penerbit Almahira, Jakarta, 2006: 182).


Pada masa sahabat, ada beberapa muazin Rasulullah yang terkenal. Di antaranya adalah Ibnu Ummi Maktum. Berbagi tugas dengan Bilal bin Rabah, pemilik nama lengkap Abdullah ibnu Ummi Maktum ini menjadi petugas rutin pengumandang azan subuh yang menjadi waktu awal puasa setelah sahur.


Bilal mengumandangkan azan pertama sebagai awal waktu sahur ketika masih malam hari. Sedangkan Ibnu Ummi Maktum sebagai muazin saat fajar shadiq muncul, penanda masuknya waktu subuh dan tidak boleh lagi makan sahur.


Dalam kitab Manaqib Imam Syafi’i, Imam Syafi’i menyebutkan hadits tentang azan menjelang subuh yang dilakukan dua kali sebagai berikut:


“Diceritakan kepada kami oleh Malik bin Anas dari Abu Hazim, dari Sahal bin Sa’ad, ‘Saya telah mendengar Nabi SAW bersabda bahwa ‘Bilal menyeru azan pada malam hari, maka makan dan minumlah kalian hingga yang menyeru ibn Ummi Maktum.’’”


As-Syafi’i menambahkan di dalam haditsnya:


Ibnu Ummi Maktum tidak akan mengumandangkan azan sebelum dikatakan kepadanya, ‘Silakan kamu!’” (Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Manaqib Imam Syafi’i, terjemah dari Ma’ali at-Ta’sis fi Manaqib Ibnu Idris, terbitan Al-Amiriyah 1301 Hijriyah, CV Cendekia Sentra Muslim, tahun 2001, Jakarta: 232).


Di Indonesia yang mayoritas menganut mazhab Syafi’i, fenomena azan dua kali menjelang subuh bukanlah hal yang aneh. Meskipun demikian, masih ada juga yang sering kebingungan ketika menjumpainya pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu, di beberapa masjid ada yang menggantikan azan pertama tersebut dengan seruan sahur agar masyarakat terbangun untuk memulai santap sahur.


Selain berjasa dalam menyeru azan dan iqamah, muazin juga sering mengumandangkan syiar dan seruan-seruan lain di masjid. Ada yang melantunkan puji-pujian di antara azan dan iqamah, menjadi bilal saat shalat tarawih hingga menyeru imsak.


Semua aktivitas tersebut perlu didukung dengan suara yang prima dan itu berawal dari kesehatan saluran napas. Oleh karena itu, sangat penting bagi mereka untuk menjaga suaranya agar amal saleh yang dirutinkannya tetap optimal. Dengan mengonsumsi jeruk bersama madu, kesehatan muazin diharapkan akan tetap terjaga.


Jeruk dan madu sebagai wasilah menjaga kesehatan pernapasan juga telah banyak dibahas di dunia farmasi dan kedokteran. Selain sebagai tanaman buah, jeruk juga dikenal sebagai tanaman obat. Buah jeruk sebagai obat karena mengandung berbagai macam senyawa kimia yang berefek antimikroba.


Karena keistimewaannya inilah, jeruk sangat bermanfaat untuk mencegah infeksi saluran pernapasan. Madu juga merupakan obat alami untuk radang tenggorokan. Apabila jeruk dikombinasikan dengan madu, maka efek antimikrobanya akan semakin kuat untuk mencegah paparan bakteri maupun virus yang sering mengintai saluran napas.


Dengan aktivitasnya yang padat, muazin juga tidak lepas dari risiko mengalami infeksi saluran pernapasan. Apalagi, saat ini dunia belum bebas dari pandemi. Oleh karena itu buah jeruk bersama madu sangat tepat untuk mendukung kesehatan imun mereka. Sayangnya, belum banyak jamaah masjid yang memandang penting penjagaan kesehatan muazin.


Selayaknya bila muazin memperoleh tunjangan suplemen dari jamaah agar kesehatannya prima. Pengurus masjid dan jamaah dapat memberikan perhatian dan memprioritaskan asupan nutrisi untuk muazin mengingat besarnya jasa mereka.


Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti di bidang farmasi