Kesehatan

Tahnik Untuk Bayi dalam Kajian Thibbun Nabawi

Ahad, 27 November 2022 | 10:00 WIB

Tahnik Untuk Bayi dalam Kajian Thibbun Nabawi

Tahnik merupakan pemberian kurma untuk bayi dari kunyahan Rasulullah saw

Banyak bayi yang beruntung ketika dilahirkan di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Selain mendapatkan doa khusus dari Beliau, bayi-bayi dan orang tuanya diajarkan bentuk parenting islami dengan cara yang unik. Ajaran pengasuhan atau parenting islami yang terkenal dipraktikkan Rasulullah adalah dengan memindahkan liur Beliau ke mulut bayi dan melakukan tahnik.


Rasulullah memberikan liurnya yang mulia kepada bayi-bayi tertentu. Liur nabi yang murni memiliki karakter tertentu yang berbeda dengan liur manusia biasa. Sebagai bagian dari fisik nabi, liur Rasulullah memiliki aroma yang wangi dan sering menjadi rebutan para sahabat nabi karena memiliki berbagai khasiat. 


Beberapa bayi yang beruntung mendapatkan liur Rasulullah dikisahkan dalam riwayat berikut ini:


عَن رزينة مولاة رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم ان رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم يَوْم عَاشُورَاء كَانَ يَدْعُو برضعائه ورضعاء ابْنَته فَاطِمَة فيتفل فِي أَفْوَاههم وَيَقُول للأمهات لَا ترضعنهم الى اللَّيْل فَكَانَ رِيقه يجزيهم


Artinya, “Dari Ruzainah budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari 'Asyura biasanya memanggil bayi-bayi yang masih menyusu dan bayi-bayi yang sesusuan dengan putrinya Fatimah kemudian Rasul memberikan liurnya ke mulut mereka dan Rasul berkata kepada ibu-ibu yang menyusui mereka, ‘Janganlah kalian menyusui mereka sampai malam.’ Maka liur Rasulpun sudah mencukupi bagi mereka,” (HR Baihaqi dan Abu Nu'aim).


Cucu nabi yaitu Sayyidina Hasan secara khusus pernah ditenangkan oleh Rasulullah dengan liur dari lisannya yang mulia. Kisah ini bermula ketika Sayyidina Hasan kehausan dan Rasulullah tidak mendapatkan air untuknya.


عَن ابي جَعْفَر قَالَ بَيْنَمَا الْحسن مَعَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم إِذْ عَطش فَاشْتَدَّ ظمأه فَطلب لَهُ النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم مَاء فَلم يجد فَأعْطَاهُ لِسَانه فمصه حَتَّى رُوِيَ


Artinya, “Dari Abi Ja'far berkata, ketika Al-Hasan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehausan dengan kehausan yang sangat maka Nabi mencarikan air untuknya tapi tidak menemukan kemudian Nabi memberikan lisannya dan Al-Hasan pun menghisap lisan tersebut hingga merasa puas (tidak haus lagi),” (HR. Ibnu Asakir).


Dari kedua hadits di atas, Rasulullah memberikan liur murninya tanpa campuran apapun kepada beberapa bayi yang terpilih. Beberapa bayi tersebut adalah keluarga Beliau, yaitu anak cucu dan saudara sesusuan bayi-bayi kerabatnya. Tidak diragukan lagi, anak, cucu, dan kerabat Beliau merupakan orang-orang pilihan yang terkenal kesalihannya.


Dalam kesempatan lainnya, Beliau melakukan tahnik terhadap bayi-bayi lainnya. Tahnik merupakan metode untuk memberikan makanan yang telah dikunyah, terutama yang rasanya manis, kepada bayi yang baru lahir. Pada masa Nabi, Beliau sendiri yang melakukan tahnik terhadap bayi dari kalangan sahabat Beliau dan bayi-bayi yang lainnya. Beberapa kisah ini tersebut dalam kitab Al-Adzkar karya Imam Nawawi.


“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:


Ada beberapa bayi yang dibawa ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Beliau mendoakan mereka dan mengunyahkan makanan untuk mereka. Menurut riwayat yang lain Beliau mendoakan agar bayi-bayi tersebut mendapatkan keberkahan. (HR Abu Dawud dengan isnad shahih)


Dari Asma’ binti Abu bakar radhiyallahu ‘anha, ia berkata:


Aku mengandung Abdullah bin Zubair saat masih berada di Mekah, maka aku pergi ke Madinah. Di Quba, aku berhenti lalu melahirkan. Kemudian bayi itu kubawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau meletakkannya di pangkuannya dan meminta dibawakan kurma lalu dikunyahnya kemudian dimasukkan ke mulut bayi tersebut. Maka yang pertama-tama masuk ke mulutnya adalah air liur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dikunyahkannya kurma dan Beliau berdoa memohonkan keberkahan baginya. (HR Bukhari dan Muslim).


Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:


“Telah lahir bayi laki-laki yaitu anakku sendiri, lalu kubawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Beliau memberinya nama Ibrahim dan mengunyahkan tamr (kurma kering) kemudian dimasukkan ke mulutnya serta membacakan doa keberkahan,” (Imam An-Nawawi, terjemah Al-Adzkar, PT Al-Maarif, Bandung, 1984: halaman 184-185).


Selain memberikan nutrisi, tahnik juga merupakan bentuk pengasuhan yang sangat nyaman untuk bayi. Kenikmatan yang dirasakan oleh bayi saat baru lahir ada pada mulut dan lidahnya. Oleh karena itu, ketika merasa tidak nyaman, mereka akan menangis dan biasanya berhenti ketika diberikan ASI atau makanan melalui mulut kecilnya.


Apabila makanan yang diberikan bercampur dengan air liur orang saleh, maka transmisi keilmuan turut terjadi. Bila disertai dengan doa keberkahan, lengkap sudah bekal yang diperoleh oleh bayi untuk menjadi modal kesalehan dan ilmu kelak saat dia beranjak tumbuh besar. 


Kesalehan dan ilmu yang diperoleh oleh para ulama merupakan warisan kenabian. Oleh karena itu, transmisi liur nabi melalui pemberian liur nabi maupun tahnik dipandang sebagai salah satu jalur perpindahan keilmuan antara ulama dari satu generasi ke genarasi berikutnya.


Menurut pandangan peneliti barat, tahnik diakui sebagai bentuk edukasi terhadap jiwa para bayi. Manfaat tahnik adalah mengekang nafsu dan mengarahkan energi agar menjadi positif dan bermanfaat. Penelitian Gil’adi menyimpulkan bahwa tahnik merupakan bentuk pengasuhan jiwa yang diajarkan oleh nabi. Hasilnya, bayi yang ditahnik akan terlatih dan terkelola jiwanya sehingga kelak bisa menjadi anak yang disiplin. 


“Sangat masuk akal untuk menyimpulkan bahwa upacara tahnik, seperti yang dilakukan oleh umat Islam awal, melambangkan pengekangan nafsu alami anak dan memanfaatkan serta mengarahkan energinya,” (Gil’adi, Some Notes on Tahnik in Medieval Islam, Journal of Near Eastern Studies, Vol. 47, No. 3, The University of Chicago Press, 1988: halaman 178-179).


Berdasarkan khazanah parenting islami tersebut, komunitas muslim selayaknya mensyiarkan praktik tahnik. Membawa bayi yang baru lahir untuk ditahnik oleh kiai atau kerabat yang alim menjadi salah satu upaya edukasi sejak dini. Hal ini perlu dilakukan agar generasi yang akan datang tetap enerjik dalam memperjuangkan Islam dan memiliki semangat keilmuan yang tinggi. Wallahu a’lam bis shawab. 


Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi