Nasional

2 Makna Kebangsaan dalam Berwarga Negara Menurut Gus Ghofur

Rab, 21 September 2022 | 20:30 WIB

2 Makna Kebangsaan dalam Berwarga Negara Menurut Gus Ghofur

2 Makna Kebangsaan dalam Berwarga Negara

Jakarta, NU Online

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) menjabarkan dua makna kebangsaan dalam berwarga negara. Yakni, kebangsaan bersifat natural dan kebangsaan yang menganut ajaran fanatisme.


Yang menarik dari kedua hal itu, menurut Gus Ghofur, adalah kebangsaan sebagai sesuatu yang melahirkan fanatisme dengan mencatut hadits Nabi saw sebagai alat bermainnya namun tidak menyadari bahwa sejak awal Nabi saw tidak menyetujui pola itu.


“Nah, yang kedua itu seringkali disampaikan oleh kelompok-kelompok yang tidak menyetujui adanya kebangsaan, dengan  mengutip hadits Nabi, laisa minna man da'a ila 'ashabiyah, walaisa minna man qatala 'ala 'ashabiyah, walaisa minna man mata 'ala 'ashabiyah (Bukan dari golongan kami orang yang menyerukan kepada 'ashabiyah (fanatisme kesukuan), bukan dari golongan kami orang yang berperang demi 'ashabiyah, dan bukan dari go­longan kami orang yang mati mempertahankan 'ashabiyah),” katanya dalam acara Halaqah Fiqih Peradaban, di Situbondo, Selasa (20/9/2022).


Tujuan utama kelompok pencatut hadits tersebut, terang dia, sebenarnya bukan untuk mengajak setiap individu untuk membela Islam atau menjunjung tinggi kalimat Allah dalam berwarga negara, melainkan pengingkaran terhadap nilai-nilai kebangsaan.


“Saya kira kita semua bersepakat bawa kelompok yang seperti ini tidak direstui Islam. Sama dengan istilah ilmaniyah, atau paham sekular,” terang putra kelima Almaghfurlah KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) ini.


Kemudian, kiai yang juga Ketua STAI Al-Anwar Sarang Rembang Jawa Tengah itu menerangkan, jika paham tersebut sampai pada taraf menolak eksistensi bangsa Indonesia beserta produk-produk turunannya seperti NKRI, hubbul wathan, bendera merah putih, dan bersungguh-sungguh berjuang mendirikan khilafah, maka itu benar-benar membahayakan.


“Ini jelas membahayakan. Contohnya, seperti ISIS yang tidak mempunyai basis kebangsaan namun berkeinginan mendirikan negara Islam,” ujarnya.


Biasanya kelompok-kelompok tersebut, jelas Gus Ghofur, terkesan memaksa dalil dengan menggunakan hadits-hadits Nabi saw untuk menentang kelompok lain secara khusus dan menjadikannya dasar pertentangan secara umum, menolak bangsa, negara, dan lainnya.


“Mereka seringkali menyinggung seperti ini, mementingkan segala kepentingan bangsa di atas segala kepentingan apapun. Nah, itu kadang dikutip untuk menyerang kebangsaan,” jelas dia.


“Tapi saya pikir kalau Muslim yang baik itu, tidak akan berpaham seperti itu,” sambungnya.


Ia menegaskan, fanatisme yang demikian itu jelas dilarang lantaran dapat menyebabkan kerusakan. Karena sejatinya ajaran berbangsa yang dibawa Nabi saw itu bersifat natural atau fitri.


“Jadi, apapun yang sudah bersifat radikal itu tidak baik,” tandas Gus Ghofur.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin