Nasional HUT KE-77 RI

77 Tahun Merdeka, Indonesia Masih Alami Ketimpangan Sosial dan Ekonomi

Rab, 17 Agustus 2022 | 10:30 WIB

77 Tahun Merdeka, Indonesia Masih Alami Ketimpangan Sosial dan Ekonomi

Ketimpangan sosial dan ketimpangan ekonomi masih banyak dialami setelah 77 tahun Indonesia merdeka.

Jakarta, NU Online

Hari ini, 17 Agustus 2022, negeri ini berusia 77 tahun. Namun, Indonesia masih saja mengalami ketimpangan sosial-ekonomi. Ekonom dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Jaenal Effendi menyebutkan beberapa penyebab terjadinya ketimpangan sosial dan ekonomi di Indonesia.Ā 


Penyebab ketimpangan yang paling utama adalah karena ketidakseimbangan dan adanya perbedaan dalam lingkungan masyarakat. Selain itu, terdapat kebijakan pemerintah yang belum inklusif.Ā 


Menurut Jaenal, kebijakan pemerintah yang tidak tidak inklusif menyebabkan sejumlah ketimpangan sosial ekonomi antara perkotaan dan perdesaan, atau antara masyarakat di dalam dan luar Jawa.Ā 


ā€œDalam masalah pembangunan, pemerintah mestinya juga memfokuskan pembangunan yang merata, baik di kota-desa maupun di Jawa dan non-Jawa,ā€ ungkap Jaenal, kepada NU Online, pada Rabu (17/8/2022).


Ia menegaskan, jangan sampai daerah perkotaan atau pulau tertentu mengalami pembangunan pesat sehingga memperoleh fasilitas memadai, pendapatan tinggi, serta kesejahteraan yang lebih baik.Ā 


Sementara di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota, kondisinya tertinggal seperti tidak mendapat akses fasilitas yang memadai, pendapatan daerah yang rendah, serta kesejahteraan yang sangat memprihatinkan.Ā 


ā€œKemiskinan akan dapat dijumpai di daerah terpencil. Bila dibiarkan, maka akan terjadi kecemburuan sosial antara daerah terpencil dengan daerah yang lebih maju,ā€ tegas Jaenal.Ā 


Selain itu, persebaran penduduk di Indonesia yang masih belum merata juga menjadi salah satu dari penyebab terjadinya ketimpangan sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, pulau Jawa saat ini memiliki penduduk yang lebih banyak dibandingkan dengan pulau-pulau yang lain. Dalam hal ini, pemerintah perlu untuk segera mencari kebijakan strategis.Ā 


Kualitas Diri MasyarakatĀ 

Jaenal menuturkan, pembangunan yang tidak merata membuat fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai tidak dapat dinikmati sejumlah daerah. Akibatnya, tidak semua masyarakat mempunyai kualitas diri yang baik.Ā 


ā€œKualitas diri ini berpengaruh terhadap kualitas kerja mereka. Berbagai program pemerintah terkait peningkatan kemampuan sumber daya manusia ini harus segera dioptimalkan melalui program skilling, re-skilling dan up-skilling,ā€ ujar Jaenal.Ā 


Masalah lain muncul karena lapangan pekerjaan yang sedikit sehingga hanya mampu menampung angkatan kerja dengan jumlah yang sedikit. Hal ini akan mengakibatkan ketimpangan sosial-ekonomi antara angkatan kerja yang telah bekerja dengan angkatan kerja yang belum bekerja.Ā 


Secara ekonomi, lanjut Jaenal, angkatan kerja akan berpotensi meraih pendapatan dan kesejahteraan hidup yang lebih baik dibanding angkatan kerja yang masih menganggur. Jika tidak diatasi, angkatan kerja yang menganggur akan semakin sedikit dan membuat perekonomian negara semakin rapuh.Ā 


ā€œMeningkatkan lapangan pekerjaan bisa menjadi solusi untuk mengatasi ketimpangan ini. Cara mengatasi masalah pengangguran juga harus dilakukan dalam menangani ketimpangan sosial ekonomi ini,ā€ ungkapnya. Ā 


Jaenal juga menyorot soal ketimpangan pendapatan yang terjadi di Indonesia. Menurutnya, pendapatan masyarakat dapat dilakukan pemerataan dengan terlebih dulu memperbaiki masalah dari ketimpangan atau ketidakadilan ekonomi. Di antaranya seperti pemerataan pembangunan, perluasan lapangan pekerjaan dengan potensi wilayah, peningkatan kualitas SDM, dan pembuatan kebijakan yang memihak kepada kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi.Ā 


Ketimpangan pendapatanĀ 

International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) memaparkan data ketimpangan pendapatan yang terjadi di Indonesia. Data tersebut diperoleh berdasarkan Laporan Ketimpangan Dunia atau World Inequality Report 2022.Ā 


Data menunjukkan, 50 persen populasi penduduk miskin di Indonesia hanya memiliki pendapatan Rp17,1 juta per tahun atau 1,4 juta per bulan, sedangkan 10 persen kelompok penduduk kaya memperoleh penghasilan rata-rata 19 kali pendapatan lebih banyak dari penduduk miskin yakni sekitar Rp331,6 juta per tahun atau Rp27,5 juta per bulan. Ā 


Lebih fantastis lagi, 1 persen populasi kelompok penduduk super kaya di Indonesia memperoleh 73 kali lipat pendapatan lebih banyak dibanding penduduk miskin dengan pendapatan rata-rata yakni Rp1,2 miliar per tahun atau Rp105,1 juta per bulan.


Indonesia juga mengalami ketimpangan pendapatan jangka panjang. Selama 100 tahun atau periode 1900-2021, 10 persen orang kaya teratas di Indonesia menguasai 40-50 persen dari total pendapatan nasional. Sementara pada rentang waktu yang sama, 50 persen masyarakat terbawah hanya menguasai 12-18 persen dari total pendapatan nasional.Ā 


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syakir NF