Nasional

9 Jejak Perjuangan Gus Dur pada Persoalan Lingkungan

Sen, 21 Agustus 2023 | 12:00 WIB

9 Jejak Perjuangan Gus Dur pada Persoalan Lingkungan

Ilustrasi KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). (Foto: NU Online/Aceng)

Jakarta, NU Online
Almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dikenal sebagai bapak toleransi di Indonesia karena sikapnya yang inklusif terhadap berbagai perbedaan di negeri ini. Tetapi, sosok Presiden Ke-4 RI ini juga dikenal memiliki kepedulian pada persoalan lingkungan. 

 

Penggerak Gusdurian Samarinda Asman Azis menyebutkan ada sembilan jejak Gus Dur di dalam konteks kepeduliannya terhadap lingkungan. Gus Dur semasa hidupnya mengupayakan agar terwujud keadilan ekologis pada semua warga.

 

Namun, kata Asman, kepedulian Gus Dur pada isu-isu lingkungan ini belum terlalu familiar sebagaimana pemikirannya dalam konteks lintas iman dan pribumisasi Islam yang sangat populer. Padahal jejak Gus Dur yang selalu memberikan pendampingan, memperjuangkan pengelolaan dan keadilan ekologis juga sangat kuat. 

 

“Paling tidak ada 9 jejak Gus Dur yang bisa kita saksikan, lihat, baca, ketika bicara soal keadilan ekologis dan pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan,” ucap Asman Azis di acara Refleksi Kemerdekaan bersama Jaringan Gusdurian dan disiarkan langsung melalui TV9 Nusantara, dikutip NU Online pada Senin (21/8/2023).

 

Pertama, Asman menyebut Gus Dur sebagai pendukung sekaligus pelindung para aktivis lingkungan pada zaman Orde Baru. Salah satu tempat teraman ketika para aktivis diintimidasi rezim militer Orde Baru kala itu adalah PBNU karena ada Gus Dur yang selalu siap menjadi pendukung dan pelindung. 

 

“Itu banyak disampaikan, banyak dibicarakan, banyak dikisahkan oleh para aktivis lingkungan dan aktivis pembela demokrasi,” kata Asman. 

 

Kedua, Gus Dur adalah seorang penganjur reforma agraria yang sangat militan. Pada zaman Orba, melalui ceramah-ceramahnya, Gus Dur sangat lantang mengkritik soal perampasan tanah rakyat oleh negara. Menurut Gus Dur, ada 40 persen tanah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) adalah tanah yang dirampas dari rakyat dan harus dikembalikan kepada rakyat oleh negara. 

 

“Itu yang selalu disampaikan Gus Dur dalam konteks perjuangan reforma agraria. Itu juga diteruskan ketika menjadi Presiden walaupun tidak lama. Karena itu juga beliau sangat getol membicarakan bagaimana reforma agraria dan keadilan pengelolaan sumber daya alam. Tentu tidak disenangi para oligarki atau orang-orang yang berkuasa atas sumber daya alam atau tanah di republik kita ini,” ucapnya. 

 

Ketiga, Gus Dur mendorong lahirnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. TAP MPR ini lahir pada saat Gus Dur menjadi Presiden. 

 

“Ketika beliau dilengserkan, maka TAP MPR ini pun hilang tanpa jejak dan tidak ada keberlanjutan dari proses lahirnya TAP MPR ini,” lanjut Asman. 

 

Keempat, Gus Dur merupakan pelopor dan inspirator pembangunan berbasis maritim. Saat menjabat Presiden, pada tahun 1999, Gus Dur membentuk Departemen Eksplorasi Laut yang kini menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 

 

“Cita-cita utamanya adalah kembali memperkuat bangsa kita menjadi bangsa yang kuat secara maritim, tapi kita selalu kalah dalam konteks laut. Ini yang kemudian diperkuat Gus Dur lalu mendirikan kementerian yang secara khusus menangani kelautan dan kemaritiman,” ucap Asman. 

 

Kelima, Gus Dur adalah pelopor lahirnya green party. Gerakan ini bukan dalam pengertian partai berwarna hijau seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan Gus Dur. Tetapi green party itu bermakna bahwa partai politik harus punya komitmen yang kuat atas keberlanjutan lingkungan dan keadilan pengelolaan ekologi. 

 

Keenam, Gus Dur dikenal sangat getol dalam melawan industri ekstraktif. Sebab industri ekstraktif, dalam praktiknya, sangat merugikan masyarakat sekitar dan menghancurkan lingkungan. Salah satunya yang terjadi pada saat pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). 

 

“Ini bisa kita saksikan, misalnya, dalam konteks penolakan Gus Dur soal pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir yang waktu itu ingin dibangun di Muria, Jepara, Jawa Tengah,” ucap Asman. 

 

Ketujuh, Gus Dur memiliki terobosan kebijakan moratorium loging dan hutan selama 10-20 tahun untuk keberlanjutan kelestarian ekosistem dengan diikuti restorasi, koreksi regulasi, dan kebijakan atas para perusak sumber daya alam (SDA). Ini dibuktikan Gus Dur dengan langsung memecat para menterinya yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berdampak pada kerusakan lingkungan. 

 

“Gus Dur memecat menterinya, Nur Mahmudi Ismail dan menggantinya dengan Marzuki Usman, karena salah satu indikatornya bahwa Nur Mahmudi terlalu banyak mengobral izin eksploitasi sumber daya alam, dalam hal ini perhutanan dan perkebunan. Nur Mahmudi ditengarai mengeluarkan sebanyak 57 izin dengan luas 2 juta hektar. Ini yang membuat Gus Dur berang, marah, dan menggantinya dengan Marzuki Usman,” ucap Asman. 

 

Kedelapan, Gus Dur punya gagasan tentang membangun kurikulum pendidikan Islam berbasis lingkungan. Ini juga salah satu kritik Gus Dur terhadap paradigma sebagian besar gerakan Islam dan pemikir-pemikir Islam yang sangat developmentalisme, sehingga tidak memberikan ruang untuk penguatan pendidikan agama yang juga bermuatan lingkungan.

 

Kesembilan, Gus Dur dianugerahi oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sebagai tokoh pejuang lingkungan pada 2010.