Nasional

Aksara Jawi, Pegon, dan Hanacaraka Harus Digunakan Kembali di Sekolah

Sen, 28 November 2016 | 07:04 WIB

Jakarta, NU Online
Penulis buku-buku pesantren dan ke-NUan Ahmad Baso mengajukan usul agar instansi dan pejabat pemerintah yang menangani bidang pendidikan memasukkan aksara Jawi, Pegon dan Hanacaraka masuk ke dalam kurikulum pendidikan. Pasalnya, hanya dengan cara itu pelajar madrasah dan mahasiswa IAIN terbiasa kembali mengenal khazanah di luar bacaan beraksara latin.

Demikian disampaikan Ahmad Baso dalam seminar inventarisasi karya pemuka dan tokoh agama Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama di Bekasi sejak Rabu-Jumat (23-25/11).

Menurut Baso, setelah katalogisasi dan digitalisasi karya ulama Nusantara, tugas utama Kemenag adalah melakukan substansialisasi kurikulum bacaan anak sekolah.

“Bahan bacaan buku agama anak-anak kita selama ini hanya latin, bukan bahan bacaan beraksara Arab, Pegon, Jawi, dan Hanacaraka,” kata Baso.

Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat mengakses karya Walisanga. Selama ini mereka tidak membaca karya ulama karena mereka hanya kenal aksara latin.

Semua karya beraksara Jawi dan pegon ini harus menjadi bahan ajaran di sekolah. Karya-karya ini diajarkan secara massif. Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Kemenag baiknya melakukan sinkronisasi dengan instansi pendidikan terkait seperti Pendis dan lainnya.

“Selama ini anak-anak kita baca buku-buku di luar karya ulama Nusantara seperti Wahabi, atau karya ulama timur tengah lain seperti Yusuf Qardhawi atau Wahbah Az-Zuhayli. Padahal wajah Islam Nusantara tampak dari karya para ulama. Ini semua bisa digali lewat karya mereka yang antara lain berbahasa Jawi, Pegon, Hanacaraka, dan aksara local Indonesia lainnya,” kata Basor. (Alhafiz K)