Nasional

Ansor Harus Berani Tegakkan ‘Kalimatul Haq’

Jum, 6 Maret 2020 | 15:45 WIB

Ansor Harus Berani Tegakkan ‘Kalimatul Haq’

Rais Syuriyah PBNU, KH Afifuddin Muhajir saat menjadi narasumber dalam Dialog Pemuda dan Arah Bangsa di aula Kantor Desa/Kecamatan Jangkar, Situbondo. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Situbondo, NU Online

Pemuda Ansor bukan sembarang pemuda, namun sebagai benteng ulama yang punya militansi tinggi untuk menegakkan kebenaran. Karena itu, diharapkan pemuda Ansor sama dengan Ashabul Kahfi. Yaitu sekelompok pemuda yang memiliki kekokohan iman kepada Allah SWT, meskipun mendapat tekanan yang luar biasa dari penguasa saat itu.

 

Hal tersebut disampaikan oleh Rais Syuriyah PBNU, KH Afifuddin Muhajir saat menjadi narasumber dalam Dialog Pemuda dan Arah Bangsa di aula Kantor Desa/Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Jumat (6/3). Dialog itu sendiri digelar sebagai rangkaian dari Konferensi Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jangkar, Kabupaten Situbondo.

 

Menurutnya, pemuda Ashabul Kahfi memiliki iman yang begitu kokoh dan teguh dalam pendirian. Nyalinya luar biasa dalam menghadapi penguasa yang kejam sekalipun.

 

“Kalaupun tidak sama dengan Ashabul Kahfi, minimal mirip dengan mereka dalam hal keimanan,” ucapnya.

 

Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo itu, berharap agar GP Ansor berani menegakkan kalimatul haq (kalimat yang benar) di manapun berada, bahkan di saat kebathilan dilakukan penguasa.

 

Kiai Afif, sapaan akrabnya, lalu menceritakan keberanian KH As’ad Syamsul Arifin untuk menemui Presiden Soeharto guna mengkonfirmasi seputar isu Pancasila akan dijadikan agama.

 

“Kiai As’ad langsung mendatangi Soeharto karena sebagian umat Islam bergejolak gara-gara isu tersebut,” jelasnya.

 

Sementara itu, Ketua Pimpinan Cabang GP Ansor Situbondo, Yogie Kripsian Sah menekankan pentingnya kader Ansor untuk mengingat kembali peristiwa Munas NU 1983 dan Muktamar NU 1984. Kedua acara bersejarah itu dihelat di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo.

 

“Salah satu keputusan yang luar biasa dari Muktamar itu adalah terkait hubungan Islam dan Pancasila. Intinya Pancasila adalah dasar negara, bukan ideologi agama, apalagi mau dijadikan pengganti agama,” jelasnya.

 

Yogie menambahkan, Muktamar tersebut cukup bersejarah karena dari situlah penerimaan asas tunggal (Pancasila) bagi umat Islam dimulai. Di arena itu, KH Ahmad Siddiq menjadi bintang lantaran mampu menyakinkan muktamirin dan umat Islam Indonesia bahwa Pancasila tidak mengancam eksistensi agama.

 

“Sahabat-sahabat Ansor perlu tahu hal ini juga,” pungkasnya.

 

Pewarta: Aryudi AR

Editor: Muhammad Faizin