Bogor, NU Online
Balitbang Diklat Kemenag melibatkan tim Ad Hoc dari berbagai instansi untuk penilaian buku agama bagi siswa sekolah dan madrasah. Pelibatan itu dilakukan untuk memperkecil kesalahan dan meminimalkan jurang perbedaan nilai antarpenilai. Sebab, masing-masing buku dinilai oleh empat orang, terdiri dari penilai ahli dan penilai praktisi masing-masing dua orang.
Demikian dikatakan Kabid Litbang Lektur Keagamaan Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) yang mengkoordinir kegiatan ini, Bahari. Hal tersebut disampaikannya di sela sidang kedua penilaian buku agama dan keagamaan pada sekolah dan madrasah yang digelar di Hotel Amaroossa Royal Bogor, Selasa (29/10) malam.
Bahari mengatakan, penilaian buku pendidikan agama dilakukan berjenjang. Karena kegiatan ini merupakan bagian dari layanan kepada publik, maka rentan sekali dikritisi oleh masyarakat umum.
“Ini dikerjakan berjenjang. Ada pemfilternya. Jadi, tim Ad Hoc ini tugasnya memoderasi ketimpangan hasil penilaian yang didapat. Misalnya sebuah buku mendapat skor 6 dari seorang penilai, sementara penilai lainnya memberikan nilai 9, maka buku tersebut harus dimoderasi. Mengapa ketimpangan tersebut terjadi. Dan seterusnya,” kata Bahari.
Pada sidang pertama, pihaknya menghadirkan para ahli (dosen) dan praktisi (guru dan pengawas) yang lulus diklat penilaian teknis substantif di Pusdiklat Teknis Balitbang Kemenag. Merekalah yang melakukan penilaian yang berfungsi sebagai penilai utama dan penilai pembanding.
“Nah, setelah itu difilter oleh tim Ad Hoc terdiri dari ahli kurikulum, dosen, dan akademisi. Harapannya memperkecil kesalahan terkait konten. Jadi, tugas mereka memoderasi antara penilai utama dan penilai pembanding bila ada penilaian yang tidak sama. Karena mereka adalah para ahli di bidangnya. Tim Ad Hoc ini luar biasa dalam memoderasi buku,” jelasnya.
Empat Kategori
Ketua penilaian buku agama yang juga peneliti Puslitbang LKKMO, Fakhriati, menambahkan bahwa dari ratusan naskah buku yang masuk, hanya 284 buku yang kini sedang diperiksa dan dinilai. Buku-buku tersebut setidaknya dikategorikan ke dalam empat kelompok.
“Pertama, Buku Madrasah. Terdiri dari beberapa pelajaran, di antaranya Fiqih, Akidah Akhlak, dan Qur’an Hadis. Untuk kategori ini, tim moderasinya adalah Yayah Nurmaliyah (UIN Jakarta), dan Imam Tholkhah (BSNP),” ungkap Fakhri, sapaan akrabnya.
Kedua dan ketiga, lanjut dia, buku mata pelajaran agama di sekolah dari semua jenjang sekolah yang tidak dibatasi agama Islam saja, melainkan seluruh agama seperti Katolik, Kristen, Budha, dan Hindu. Keempat, buku khusus bahasa, yaitu bahasa Arab yang tim Ad Hoc-nya adalah Abdul Gaffar Ruskhan, dan Azhari Dasman (Badan Bahasa Kemendikbud).
“Jadi, tugas tim Ad Hoc adalah memediasi ketika terjadi nilai yang timpang. Ketimpangan itu terjadi bukan hanya berdasarkan angka yang ditulis penilai, melainkan hasil deskripsi dari penilai soal angka itu sendiri,” terang doktor perempuan asal Aceh ini.
Salah seorang anggota tim Ad Hoc yang juga pensiunan peneliti Puslitbang Penda, Prof Sumanto, mengatakan ada sejumlah temuan dalam penilaian buku tersebut.
“Saya menemukan misalnya penulis belum memahami secara utuh instrumen yang ada. Sehingga materi yang ditulis tidak sesuai dengan diharapkan,” ungkapnya.
Selain para peneliti Puslitbang Lektur dan Penda dari Kemenag, hadir dalam sidang tersebut seperti Prof Imam Tholkhah, anggota BSNP, dan Hatim Ghazali dari Universitas Sampoerna yang juga salah satu anggota tim Ad Hoc dalam kegiatan penilaian ini.
Sejumlah akademisi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga hadir. Kegiatan yang dihelat di Hotel Royal Amaroossa Bogor Jalan Otto Iskandardinata No. 84 Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, ini dijadwalkan tiga hari, Senin-Rabu (28-30/10).
Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Ibnu Nawawi