Nasional

Beberapa Kekeliruan dalam Memahami Konflik di Timur Tengah

NU Online  ·  Sabtu, 22 Juli 2017 | 20:19 WIB

Jakarta, NU Online
Dosen Universitas King Fahd Arab Saudi Sumanto Al Qurtuby menilai, ada banyak kesalahpahaman yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Islam di Indonesia terkait dengan apa yang terjadi di Timur Tengah, terutama dengan konflik dan radikalisme yang ada di sana.

Di antara kesalahpahaman tersebut adalah bahwa banyak kelompok Islam di Indonesia yang menganggap konflik yang terjadi di Timur Tengah itu disebabkan oleh Barat, Yahudi, dan sekutu-sekutunya.
 
Menurutnya, itu adalah hal yang kurang tepat karena konflik yang terjadi di Timur Tengah sudah ada sebelum Negara-negara Barat seperti Amerika dan juga Yahudi ada. 

“Kekerasan itu bukan melulu produk dari non-muslim, tetapi muslim sendiri juga terlibat. Bahwa benar Amerika terlibat, ada non-muslim yang terlibat, iya. Tetapi kelompok-kelompok Islam juga terlibat,” urainya saat menjadi narasumber dalam acara diskusi publik dengan tema Radikalisme di Timur Tengah dan Pengaruhnya di Indonesia di Auditorium Gedung PPSDM Jakarta, Sabtu (22/7) sore.

Misalnya, jelas Sumanto, apa yang terjadi di Suriah juga tidak terlepas dari umat Islam. Di dalam sebuah studi disebutkan bahwa ada 160 faksi kelompok Islam garis keras di Suriah. Ini juga yang menyebabkan konflik yang berkepanjangan.

Kesalahpahaman kedua adalah konflik yang terjadi di Timur Tengah dianggap sebagai konflik Sunni-Syiah. Hal itu tidak melulu demikian. Bahkan, ia menceritakan bahwa di beberapa daerah di Arab Saudi dan beberapa negara teluk lainnya terjadi kawin-mawin antara Sunni dan Syiah. Di Qatar pun demikian, belum ada sejarahnya konflik antara Sunni dan Syiah. 

Namun demikian, ia tidak menampik bahwa konflik yang disebabkan oleh Sunni-Syiah. Tetapi itu tidak bisa dijadikan sebagai representasi. Menurutnya Sumanto, kekerasan yang terjadi di beberapa negara Arab dilakukan oleh para ekstremis. 

“Kadang di dalam satu keluarga ada yang Sunni, ada yang Syiah. Meski satu klan tidak masalah. Jadi tidak melulu Sunni-Syiah bertengkar. Tergantung konteksnya,” katanya.

Kesalahpahaman terakhir adalah soal konflik Islam, Kristen, dan Yahudi. Ia menganggap, ini juga hal yang tidak selamanya benar. Di beberapa negara seperti Lebanon dan Yahudi, baik Islam, Kristen, maupun Yahudi memiliki hubungan yang baik. Bahkan mereka bekerjasama dalam menjalankan roda pemerintahan.

“20 persen masyarakat (Negara) Yahudi itu adalah Arab. Mereka juga banyak yang menduduki posisi strategis seperti polisi dan militer,” jelasnya.

Menurut dia, kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut sengaja disebarkan oleh sebagian kelompok Islam Indonesia dan dijadikan sebagai alat propaganda di Indonesia. Oleh karena itu, ia meminta kepada umat Islam Indonesia untuk belajar lebih seksama terkait dengan apa yang terjadi di Timur Tengah.

“Agar tidak gampang dibelokkan ke sana-ke sini untuk kepentingan politik,” tegasnya didampingi narasumber lain yaitu Direktur Eksekutif The Wahid Foundationa Yenny Wahid dan Kepala BNPT Suhardi Alius. (Muchlishon Rochmat/Fathoni)