Nasional

Bela Agama dan Kesatuan Bangsa Harus Berjalan Selaras

Sen, 27 Juli 2020 | 01:00 WIB

Bela Agama dan Kesatuan Bangsa Harus Berjalan Selaras

Pancasila dan Bendera NU

Jakarta, NU Online

Umat Islam memiliki kewajiban membela kepentingan agama Islam dan di saat yang bersamaan umat Islam juga memiliki kewajiban untuk menjaga kesatuan bangsanya sendiri. Maka dua kewajiban itu harus dijalankan secara bersamaan tanpa membenturkan antara satu dengan yang lainnya.  


Hal itu dikatakan Ketua Ikatan Persaudaraan Qari dan Qariah Hafiz dan Hafizah (IPQAH) Ustaz Yusnar Yusuf. Menurutnya, masalah politik yang kerap bersinggungan dengan agama yang terjadi di luar negara Indonesia semestinya disikapi dengan bijak, berdasarkan fakta, dan tetap mempertimbangkan hal lain seperti kepentingan keutuhan bangsa Indonesia.


Ia mencontohkan perihal kasus minoritas Uyghur di Xinjiang yang cukup sensitif bagi masyarakat Indonesia. Sensitivitas masalah tersebut dikarenakan beberapa hal antara lain karena menyinggung masalah agama dan isu terkait China. Dalam melihat masalah tersebut, ia menekankan pentingnya melihat dengan jernih tanpa terjebak dalam framing yang tidak berdasar agar melahirkan langkah lebih tepat.


Ia mengatakan, dalam melihat kasus seperti Uyghur masyarakat Indonesia diminta untuk tidak terprovokasi oleh kelompok-kelompok tertentu yang kemudian jika ada masalah dengan umat di sana, kita menyuruh pemerintah Indonesia untuk berperang dengan Tiongkok atau negara lainnya.


“Masalah seperti itu sendiri sebenarnya adalah masalah di luar negeri yang bisa kita perjuangkan lewat jalur diplomasi dan melalui forum-forum dunia, tidak perlu sampai diprovokasi segala macam,” ucapnya, di Jakarta, pekan lalu.


Hal itu senada dengan yang disampaikan oleh Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis yang menambahkan bahwa konflik di negara lain, seperti masalah agama, sebenarnya kerap bermula dari urusan politik internal yang sering tertutupi.


“Jangan mengimpor konflik-konflik yang ada di luar negeri itu ke Indonesia. Dilokalisir lah konfliknya di tempat itu, karena konflik itu tidak semata-mata persoalan agama, tapi karena lebih dulu ada persoalan perebutan kekuasaan di sana,” katanya.  


Ia mengingatkan agar umat Islam lebih menekankan pada upaya penyelesaian konflik dan menghindari diri agar tidak terlibat menjadi bagian dari masalah tersebut.  “Misalnya kalau terjadi konflik, kita jangan masuk pada konfliknya, tetapi bagaimana menyelesaikan konflik itu sendiri,” katanya.


Kerap dibumbui hoaks

Anjuran kedua pemuka agama tersebut, agar masyarakat Indonesia lebih berhati-hati dalam menerima informasi dari luar negeri sangat penting mengingat banyaknya informasi palsu yang menyertainya. Dalam teorinya, persoalan besar yang menjadi perhatian banyak orang terutama urusan sensitif seperti konflik dunia dan bencana kerap kali menjadi topik yang dibarengi dengan informasi palsu atau hoaks. Tak terkecuali dalam Isu agama dan pandemi Covid-19.


Salah satu contoh informasi palsu yang tersebar dan berhasil dilaporkan oleh Mafindo adalah hoaks mengenai masyarakat Uyghur yang tidak terjangkit Corona yang memicu orang China berebut mendapatkan Al-Qur’an. Dalam paparannya di laman www.turnbackhoax.id, Mafindo menyatakan bahwa berita tersebut merupakan informasi palsu atau hoaks.


Foto seorang perempuan berkebangsaan China yang sedang memegang buku tebal disebarkan dan diikuti dengan narasi seperti ini sebagai berikut: “Setelah mereka tahu orang-orang Uyghur dan suku-suku di Sinchiang yang mayoritas muslim tidak tertular corona. Kini orang-orang di china berebut-rebut untuk mendapatkan Alquran dan mulai belajar membacanya dan belajar mengerti artinya. Subhanallah”.


Padahal, dalam keterangan yang ditulis Mafindo, foto tersebut merupakan reproduksi dari video lama. Sebelumnya pernah diunggah pada tahun 2013 yang ditambahkan dengan narasi yang tidak sesuai dengan fakta sehingga membangun kesimpulan pelintiran.


Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin