Nasional

Belajar Berpikir Positif dari Nabi Adam dan Nabi Nuh

Sen, 31 Mei 2021 | 06:00 WIB

Belajar Berpikir Positif dari Nabi Adam dan Nabi Nuh

Ustadz Yusuf Mansur. (Foto: yusufmansurnew)

Jakarta, NU Online
Di tengah badai pandemi Covid-19 yang belum juga mereda, Dai kondangan, Ustadz Yusuf Mansur mengajak Alumni Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Semarang (Alste) Indonesia belajar tentang hidup positif, berpikir, berpandangan, berkalimat, dan segala sesuatu yang positif dari Al-Qur'an.
 
"Hari ini saya juga ingin ikut belajar tentang positif. Bagaimana kemudian kita membangun narasi di tengah pandemi, narasi para pemenang, pemimpin, yang sifatnya menggelegar bukan yang horor, kemudian putus asa," katanya dalam acara Halal Bihalal Virtual bersama Alste Indonesia, Ahad (30/5).
 
Pendiri Pondok Pesantren Daarul Qur'an itu mengungkapkan, terkadang seseorang ingin merendahkan hati, tetapi justru terjebak pada posisi setengah positif dan negatif. "Saya belajar dari guru saya dan alumni yang sekarang menjadi orang besar, tentang bagaimana ketika suasana, kondisi, cipta situasi itu berhasil positif," tuturnya.
 
Penulis buku Mencari Tuhan yang Hilang itu mengambil kisah Nabi Adam dan Nuh As yang dikutip dari Al-Qur'an. Sebagaimana diketahui Nabi Adam As diusir dari surga ke bumi. 
 
Namun, ia sama sekali tidak menyimpan dendam, amarah, berkata jelek ataupun negatif, dan tidak berusaha mencari kebenaran serta menyalahkan siapa pun. Kenapa? "Sebab Nabi Adam adalah orang utama yang positif yang pernah ada di muka bumi. Ia percaya dengan kehendak Allah, bahwa ia bisa balik lagi ke surga," ujarnya.
 
Ayah dari Wirda Mansur itu menegaskan, Nabi Adam adalah spirit agar manusia khususnya Muslim senantiasa berada di nuansa positif. Terlebih dalam situasi pandemi.
 
Pendiri Yayasan Wisata Hati Grub itu kemudian membacakan doa Nabi Adam, Rabbana dzalamna anfusana wailam taghfirlana wa tarhamna lana kunanna minal khosirin. Dalam doa itu menurutnya, terkandung harapan dan impian, bahwa Nabi Adam percaya ia bakal balik lagi ke surga dan diampuni Allah tanpa syarat apapun.
 
Nabi Adam percaya bahwa di manapun ia ditempatkan Allah akan menjamin segala kebutuhan dan keperluannya. Itulah baik sangka yang membuat ia tenang, dan Allah pun mengeksekusi hal itu.
 
Kiai yang lahir di Jakarta, 19 Desember 1976 itu juga menceritakan tentang Nabi Nuh yang diterpa badai besar. Ketika ia dihadapkan dengan lautan yang tak bertepi, yang sangat jauh berbeda dengan laut seperti umumnya.
 
Dikisahkan bahwa badai yang dihadapi Nabi Nuh As ombaknya sangat dahsyat, bergulung-gulung bagaikan gunung dan itu berlangsung selama 40 tahun. "Bayangkan bagaimana cara Allah mengatur segala kebutuhan Nabi Nuh di tengah lautan selama itu," ujarnya. 
 
"Allah berkata, wahai Nuh janganlah engkau lihat laut dan badai itu, lihatlah Aku dan kekuasaan-Ku. Jangan engkau melihat rintangan, kesulitan, kesusahan dengan matamu, tapi lihatlah kebesaran-Ku," tuturnya menceritakan.
 
Dari peristiwa tersebut kemudian lahirlah doa yang masyhur, wa kolar kabu fiha bismillahi majreha wa mursaha. Doa ini biasa dipakai ketika naik kendaraan. Doa ini juga berfungsi untuk semua badai dan cobaan. "Bahkan badai sekelas dunia, pandemi Covid-19 misalnya. Apa kata Allah, hadapi dengan nama-Ku," tegasnya.
 
Dengan berbekal itu, Nabi Nuh menjadi orang yang sangat yakin, positif, dan kemudian beliau berlayar. Dan kita sama-sama tahu, Nabi Nuh kemudian berhasil mendaratkan kapalnya di Bukit Judi.
 
"Mudah-mudahan kita terbiasa menggunakan narasi, pikiran, hati, perasaan, dan semua yang sifatnya selalu positif," pungkasnya.
 
Kontributor: Disisi Saidi Fatah
Editor: Syamsul Arifin