F-Buminu Sarbumusi Desak Pemerintah Hentikan Praktik Perdagangan Buruh Migran
NU Online · Sabtu, 16 Agustus 2025 | 14:00 WIB

Ilustrasi: Keselamatan para pekerja migran di luar negeri harus menjadi tanggung jawab pemerintah. (Foto: Freepik)
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Federasi Buruh Migran Nusantara Sarbumusi, Ali Nurdin, menilai kematian pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri merupakan bukti lemahnya negara dalam melindungi warganya.
Ia menegaskan bahwa nyawa PMI tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas yang diperdagangkan oleh perusahaan penempatan tenaga kerja (P3MI).
"Negara tidak boleh menyerahkan perlindungan rakyatnya kepada pedagang tenaga kerja. Jika rakyat diperlakukan seperti barang dagangan, maka negara kehilangan legitimasi moral dan politik,” kata Ali Nurdin dalam pernyataannya kepada NU Online, Sabtu (16/8/2025).
Ali merujuk pada dua kasus terkini. Nurlaila, PMI asal Lebak, Banten, meninggal di Suriah pada 6 Juli 2025 setelah sebelumnya diberangkatkan ke Dubai. Jenazahnya baru dimakamkan pada 23 Juli 2025 di Suriah.
Sementara itu, Ivah, PMI asal Tangerang, wafat di Arab Saudi pada 4 Agustus 2025 setelah diterlantarkan oleh agensi. Ia dimakamkan di Jeddah sepekan kemudian.
"Kedua nama itu bukan sekadar statistik. Mereka manusia dengan keluarga, harapan, dan cita-cita. Namun di tangan sindikat dan lembaga yang menyebut dirinya perusahaan penempatan, nyawa mereka diperlakukan seperti komoditas: dikirim, diperdagangkan, lalu dilupakan," tegasnya.
Baca Juga
Human Trafficking dan Polisi NU
Menurut Ali, kontrak sosial antara rakyat dan negara retak ketika negara justru memberi kuasa besar kepada P3MI. Ia menilai lembaga tersebut seakan lebih berkuasa dibanding negara dalam menentukan hidup mati seorang PMI.
"Ketika terjadi masalah, P3MI bisa cuci tangan, sementara pemerintah sering berlindung di balik prosedur birokrasi. Pertanyaannya: jika negara menyerahkan rakyatnya ke tangan pedagang, siapa sebenarnya pemilik nyawa buruh migran?" ujarnya.
Ia mengutip pandangan Ketua F-BUMINU Sarbumusi Banten, Nafiz Salim, yang menyebut Nurlaila diberangkatkan secara non-prosedural, serta kesaksian Ketua DPCLN Sarbumusi Jeddah, Zakaria, bahwa Ivah dibiarkan berangkat dalam kondisi sakit.
"Di balik dua kesaksian ini, ada benang merah yang jelas: pembiaran oleh negara," tambahnya.
Ali menegaskan bahwa kasus kematian PMI tidak boleh hanya dilihat sebagai persoalan pelanggaran prosedur.
"Ini soal nyawa. Negara seharusnya menjadi pemilik nyawa rakyatnya. Indonesia bukan korporasi, PMI bukan barang dagangan," tegasnya.
Menurutnya, pemerintah yang hanya memandang buruh migran sebagai penyumbang devisa sama saja mengkhianati kontrak sosial yang menjadi dasar eksistensi negara.
Ali Nurdin mendesak pemerintah agar menghentikan praktik menyerahkan urusan pekerja migran kepada pihak swasta atau mafia tenaga kerja. Ia menekankan, jika negara terus membiarkan kondisi ini, maka setiap kematian PMI menjadi bukti pengkhianatan terhadap rakyat.
"Maka, benang merahnya jelas yaitu kematian buruh migran adalah hasil pembiaran negara. Pemerintah yang memberi ruang pada mafia migrasi adalah pihak yang turut bertanggung jawab atas setiap nyawa yang hilang," pungkasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
3
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
4
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
5
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Wujud Syukur atas Kemerdekaan Indonesia ke-80, Meneladani Perjuangan Para Pahlawan
6
Sri Mulyani Sebut Bayar Pajak Sama Mulianya dengan Zakat dan Wakaf
Terkini
Lihat Semua