Demokrasi di Titik Nadir, Gusdurian Ingatkan Pemerintah Tak Semena-mena Naikkan Pajak dan Buat Kebijakan Sembrono
NU Online · Sabtu, 16 Agustus 2025 | 11:30 WIB
Jakarta, NU Online
Aksi demonstrasi puluhan ribu warga Pati, Jawa Tengah, yang dilakukan pada Rabu (13/8) menuntut Bupati Sudewo mundur dari tampuk kekuasaannya usai menaikan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen, menjadi alarm bagi para pejabat daerah lain hingga pusat untuk tak semena-mena membuat kebijakan.
Dalam sistem demokrasi, seharusnya sebelum kebijakan itu diterapkan, dibuat kajian yang mendalam yang melibatkan semua unsur, termasuk peran serta dari masyarakat.
Saat ini, ada beberapa daerah lain yang mengalami kenaikan pajak serupa. Antara lain Cirebon sebesar 1000 persen, Jombang 400 persen, dan Semarang 400 persen. Mengingat kebijakan ini dibuat dengan serampangan dan merugikan masyarakat, maka harus secepatnya dievaluasi.
Hal ini penting dilakukan agar tak menimbulkan gejolak besar di masyarakat seperti yang terjadi di Pati, yang kemudian disusul aksi demonstrasi serupa di Bone, Sulawesi Selatan, menentang kebijakan Pemda setempat yang menaikkan PBB-P2 sebesar 400 persen.
Berbagai fenomena terkait menurunnya kualitas demokrasi yang terjadi belakangan ini pun akan disoroti oleh Gusdurian dalam Temu Nasional (Tunas) Jaringan Gusdurian yang digelar di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, DKI Jakarta pada 29-31 Agustus 2025 mendatang.
Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan bahwa indeks demokrasi mengalami kemunduran, sementara praktik korupsi kian marak dengan nilai kerugian negara yang jauh lebih besar dibanding masa lalu.
Baca Juga
Empat Kasus Korupsi di Zaman Rasulullah
“Kebijakan pemerintah dibuat tanpa kajian yang cukup. Suara rakyat semakin ditekan, sehingga muncul berbagai bentuk perlawanan, mulai dari kabur aja dulu atau Indonesia gelap,” kata Alissa.
Ia menegaskan, dalam demokrasi, suara rakyat harus didengar dan dilibatkan, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kebijakan. Kondisi ini menjadi perhatian serius Gusdurian, terutama untuk mengantisipasi potensi melemahnya kedaulatan sipil.
“Demokrasi hanya bisa tegak jika kedaulatan sipil tetap kuat. Kalau kekuasaan sipil berada di bawah kendali militer, suara rakyat tidak akan pernah menjadi yang utama,” tegas Alissa.
Selain soal penguatan demokrasi, dalam Tunas Gusdurian mendatang, juga akan membahas soal ekologi.
Alissa menuturkan bahwa secara global, dunia sedang menghadapi krisis iklim. Di Indonesia, kondisi ini diperburuk oleh industri ekstraktif yang masih beroperasi dengan pendekatan kekuasaan. Dampaknya, masyarakat adat tersingkir dan ekosistem mengalami kerusakan parah.
“Hampir tidak ada pertambangan yang benar-benar memulihkan lingkungan. Bahkan, karena penyelenggara, pemerintah itu masih abai terhadap aturan hukum, kewajiban reklamasi tidak dilakukan. Akibatnya, banyak masyarakat menjadi korban, jatuh ke lubang tambang, atau tanah tandus tanpa penghijauan kembali,” jelasnya.
Baca Juga
Gus Dur dan Moralitas Bangsa Antikorupsi
Menurut Alissa, isu yang diangkat bukan sekadar masalah ekologis, melainkan juga keadilan ekologis.
“Keadilan ini mencakup perlindungan bagi masyarakat adat sekaligus menjaga hak-hak alam,” tambahnya.
Alissa menambahkan, dalam Tunas Gusdurian 2025, nantinya akan disusun rekomendasi konkret untuk memperkuat demokrasi dan keadilan ekologi bagi masyarakat Indonesia.
“Gus Dur itu bekerja berbasis nilai, kita fokus pada nilai-nilai tersebut harus diturunkan dalam bentuk yang lebih kongkret,” pungkasnya.
Tema Tunas Gusdurian 2025
Tunas Jaringan Gusdurian merupakan momen konsolidasi para penggerak Gusdurian.
Kegiatan tahun ini mengangkat tema Meneladani Gus Dur, Menguatkan Indonesia diikuti 2000 peserta, terdiri dari Komunitas GUSDURian, sahabat dan murid Gud Dur, individu, lembaga, tokoh lintas agama, jejaring masyarakat sipil, serta para akademisi dari berbagai daerah di Indonesia.
Adapun kegiatan meliputi Konferensi Pemikiran Gus Dur, Forum Gerakan, dan Festival Gerakan. Dalam forum tersebut juga digelar Community Space: bazar dan pameran gerakan; Learning Space: ruang berbagi pengetahuan dan keterampilan yang diisi para pakar dan penggerak; serta dimeriahkan dengan Malam Budaya.
Sejumlah tokoh yang akan hadir di antaranya Nyai Sinta Nuriyah Wahid, Gus Mustofa, Prof Quraish Shihab, Prof Nasaruddin Umar, Karlina Supeli, Haidar Nashir, Greg Barton, Laode M. Syarif, Mahfud MD, Uni Lubis, Bivitri Susanti, Usman Hamid, dan Kamala Chandrakirana.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat HUT Ke-80 RI: 3 Pilar Islami dalam Mewujudkan Indonesia Maju
2
Ketua PBNU Sebut Demo di Pati sebagai Pembangkangan Sipil, Rakyat Sudah Mengerti Politik
3
Khutbah Jumat: Kemerdekaan Sejati Lahir dari Keadilan Para Pemimpin
4
Khutbah Jumat: Refleksi Kemerdekaan, Perbaikan Spiritual dan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045
5
Sri Mulyani Sebut Bayar Pajak Sama Mulianya dengan Zakat dan Wakaf
6
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: Wujud Syukur atas Kemerdekaan Indonesia ke-80, Meneladani Perjuangan Para Pahlawan
Terkini
Lihat Semua