Nasional

Belajar Cinta dari Jalaluddin Rumi

Rab, 26 Februari 2014 | 20:01 WIB

Bandung, NU Online
Jalaluddin Rumi, seorang tokoh sufi berpengaruh di dunia Islam dilahirkan di Balkh (sekarang Afganistan) pada tahun 604 H/1207 M. Ia dikenal sangat piawai dalam pemikiran esoteriknya melalui ungkapan syair-syair yang indah. Pemikiran Rumi berbeda dari sebagian tokoh sufi lainya.<>

"Rumi itu sosok yang berbeda. Dia tidak punya aliran, dia tidak punya mazhab, dia tidak punya ajaran khusus tentang tasawuf. Disebut sufi karena dalam seluruh aspek kehidupannya senantiasa terjun pada dunia spiritual," kata Prof Muhtar Sholihin, Wakil Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dalam Seminar Internasional "The Beauty of Persian Peotries and The Teaching Of Islamic Mysticism of Maulana Jalaluddin Rumi" di gedung Aula Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati, Jalan AH Nasution, Bandung, Senin (24/2).

Pengurus LTNU Jawa Barat ini menambahkan bahwa dalam konteks pemahaman pemikiran, Rumi beserta kajian tasawuf dan filsafatnya lebih menyulitkan daripada memahami Ibnu Arobi dan Al Hallaj.

"Kenapa demikian? Karena Rumi ini adalah seorang fiosofi dan filsufi yang pemahaman-pemahaman wihdatul wujudnya dan sebagainya dituangkan dalam karya sastra," tegasnya.

Sebuah contoh karya Jalaluddin Rumi adalah tentang penciptaan alam semesta ini yang dihubungkan dengan cinta, sebab katanya hal pertama yang di ciptakan oleh Tuhan adalah cinta.

"Cinta adalah samudra (tak bertepi) tempat langit menjadi sekadar serpihan-serpihan busa, (mereka kacau balau) bagaikan perasaan Zulaikha yang menghasrati Yusuf," kata Prof Muhtar menyebutkan salah satu karya rumi tentang "Cinta Universal"

Guru Besar Ilmu Tasawuf UIN Bandung ini pun menjelaskan mengapa cinta digambarkan sebagai sebuah samudra yang tak bertepi dalam kata lain pengkiasan bumi, tetapi bumi yang kita pijaki ini adalah sebuah serpihan, karena bumi itu di ciptakan karena cinta.

"Jadi yang disebut hukum alam atau sunatullah itu adalah sebuah proses bergerak oleh cinta," jelasnya

Dalam perspektif Rumi, lanjutnya, dalam sebuah contoh, dua orang yang saling membenci, pada saat ketika bisa melakukan sikap saling membenci? Menurut pandangan Rumi kedua orang tersebut dilandasi karena cinta, sebab dibalik kebencian terdapat rasa sayang.

"Seperti dalam teori es, ketika berada pada titik 4 derajat Celcius menjadi sangat beku dan dingin, turun di titik 0 Celcius masih dingin, dan pada titik negatif ke bawah menjadi panas. Itu artinya karena bencinya kepada orang, itu menjadi cinta, maksud saya adalah kebencian itu ialah wujud cinta yang teramat cinta," imbuhnya

Acara seminar International yang bertajuk Keindahan sastra Persia dan tasawuf Maulana Jalaluddin Rumi ini diselenggarakan oleh Iranian Corner, nampak hadir pembicara Dr. Hujjatullah Ibrahimnion (Republik Islam Iran), Prof. Dr. Muhtar Sholihin M.Ag (Wakil Rektor II UIN Bandung), Bastian Zulyeno (Dosen Bahasa dan sastra Universitas Indonesia Jakarta), Dr. Ali Masrur M.Ag (Direktur Iranian Corner). Ratusan mahasiswa memadati Aula Fakultas Usuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. (Bakti Habibie/Anam)