Nasional

Berpuasa tapi Tidak Shalat, Apakah Otomatis Batal? Begini Penjelasannya

Sab, 30 Maret 2024 | 16:30 WIB

Berpuasa tapi Tidak Shalat, Apakah Otomatis Batal? Begini Penjelasannya

Ilustrasi puasa. (Foto: dok. NU Online Jatim)

Jakarta, NU Online

Di antara kewajiban umat Islam adalah melaksanakan shalat dan berpuasa di bulan Ramadhan. Lalu bagaimana kalau di bulan Ramadhan ini ia berpuasa tapi justru meninggalkan shalat? Apakah puasanya secara otomatis batal?


Seseorang yang mungkin tengah menghadapi situasi itu, penting memperhatikan alasan meninggalkan shalat sebagai kewajibannya. Apakah ia tidak shalat karena mengingkari kewajiban shalat atau karena malas.


Dalam Islam, alasan itu menjadi penting karena akan memiliki konsekuensi tersendiri. Hal ini sebagaimana ditulis Hengki Ferdiansyah dalam artikel NU Online berjudul Hukum Puasa, Tapi Tinggalkan Shalat


Pada artikel itu, Hengki mengutip pernyataan Hasan bin Ahmad al-Kaf dalam Kitab Taqriratus Sadidah fi Masail Mufidah, bahwa ada dua kondisi orang yang meninggalkan shalat yakni karena mengingkari kewajibannya dan karena malas. 


"Orang yang masuk dalam kategori pertama, maka ia dihukumi murtad. Sementara orang yang meninggalkannya karena malas, hingga waktunya habis, maka ia masih dikatakan Muslim," demikian penjelasan Hasan bin Ahmad al-Kaf, dikutip Hengki Ferdiansyah. 


Pendapat Hasan bin Ahmad al-Kaf ini cukup rinci menerangkan konsekuensi orang yang berpuasa tetapi meninggalkan shalat. Apabila seseorang tidak shalat karena mengingkari kewajiban shalat maka secara otomatis puasanya batal, lantaran statusnya sudah murtad atau keluar dari agama Islam. Sebagaimana diketahui bahwa murtad adalah salah satu faktor yang membatalkan puasa.


Adapun orang yang meninggalkan shalat karena malas atau sibuk, puasanya tetap sah menurut pandangan fiqih lantaran statusnya masih Muslim. Meski begitu, puasanya tidak bernilai apa-apa dan pahalanya berkurang. 


Dalam Kitab Taqriratus Sadidah jugajuga disebutkan bahwa pembatalan puasa itu dibagi menjadi dua kategori. 


Pertama, pembatalan yang merusak pahala puasa, tetapi tidak membatalkan puasa itu sendiri. Kategori ini dinamakan muhbithat (merusak pahala puasa) dan tidak diwajibkan qadha.


Kedua, sesuatu yang dapat membatalkan puasa dan merusak pahalanya. Bila melakukan ini tanpa udzur, maka wajib mengqadha puasa di hari lainnya. Kategori ini dinamakan mufthirat (membatalkan puasa).


Bulan Ramadhan, hendaknya menjadi spirit tersendiri dalam mengerjakan ibadah, baik wajib seperti puasa, shalat, zakat fitrah, dan aneka ibadah yang lainnya. Selain itu, ada pula ibadah sunnah yakni shalat tarawih, shalat malam, zikir, dan membaca Al-Qur'an.


Nilai ibadah yang dikerjakan pada bulan Ramadhan jauh lebih baik daripada di bulan-bulan yang lainnya. Sebab pahala yang diperoleh di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan. Di samping itu pintu surga terbuka lebar dan pintu neraka ditutup.