Nasional

BLT Jadi Kebijakan Pemerintah Setiap Harga BBM Naik, Efektifkah?

Rab, 31 Agustus 2022 | 14:00 WIB

BLT Jadi Kebijakan Pemerintah Setiap Harga BBM Naik, Efektifkah?

Ilustrasi bantuan langsung tunai (BLT). (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengisyaratkan akan ada kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat melalui instagram resminya, pada Selasa (30/8/2022). Dalam unggahan tersebut, keduanya mengarahkan pada bantuan sosial masyarakat secara tunasi yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat.


Menanggapi kebijakan bantuan langsung tunai (BLT), Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nahdaltul Ulama Indonesia (Unusia) Taufik Hidayadi Indonesia menanggapi pernyataan menteri keuangan yang akan memberikan bantuan sosial tambahan, sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM sebesar 24,17 triliun.

 

Menurutnya secara kebijakan perlu adanya apresiasi namun ada yang perlu diperhatikan jika bantuan tersebut bertujuan untuk menahan lonjakan harga dan menahan efek kejut (multiplier effect). 


“Masalah bantalan yang dilakukan pemerintah secara kebijakan kita apresiasi, namun jika untuk menahan lonjakan harga dan menahan multiplier effect itu kan harusnya presisi, presisi dalam arti jumlah bantuannya, tepat tidaknya sasaran bantuan, dan terkait data yang masih berantakan, dan terkait berapa kali dibagikan dan berapa jumlah nominalnya, itu sangat perlu diperhatikan,” ungkap Taufik Hidayadi kepada NU Online pada Rabu (31/8/22).


Ia menjelaskan bantuan sosial pemerintah yang terbagi menjadi dua yaitu BLT dan bantuan subsidi upah (BSU) secara makro tidak bisa dilaksanakan dalam jangka waktu lama. Keduanya hanya untuk menutup sementara efek kejut pemerintah dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM).


Sementara itu, untuk total bantuannya dinilai belum bisa meredakan kesulitan ekonomi jika populasinya banyak. Karena jika BBM naik maka ongkos kegiatan ekonomi juga naik, sehingga bahan pangan naik. Tidak hanya bahan pangan tetapi kenaikan BBM juga akan menyebabkan inflasi kebutuhan lainnya. Sehingga perlu segera dipecahkan.


“Untuk kenaikan BBM, akar masalahnya belum dipecahkan, misalnya yang paling besar mengkonsumsi BBM siapa, apakah rakyat dengan batas ekonomi tertentu, atau pengguna mode transportasi tertentu yaitu orang kaya atau orang menengah ke bawah,” tuturnya.


Taufik Hidayadi juga menyinggung tentang rencana pemerintah melakukan green energy sampai saat ini belum terlihat inisiatifnya. Misalnya sumber energi transportasi digeser dari bahan bakar minyak ke energi listrik. Meskipun sudah ada beberapa kendaraan menggunakan listrik, namun belum tersebar merata dan jumlahnya baru sedikit.


“Kenaikan BBM terjadi berualang-ulang dari dulu, perlu adanya strategi jangka panjang seperti melakukan green energy secara masif,” tandasnya.


Kontributor: Siti Maulida

Editor: Fathoni Ahmad