Nasional

Ekonom Sebut Kenaikan Harga BBM Berpotensi Seret Masyarakat ke Jurang Kemiskinan

Sel, 23 Agustus 2022 | 15:30 WIB

Ekonom Sebut Kenaikan Harga BBM Berpotensi Seret Masyarakat ke Jurang Kemiskinan

Kenaikan harga BBM pasti akan mendorong kenaikan inflasi. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Pemerintah berencana bakal menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Salah satunya, harga BBM Pertalite saat ini dibanderol Rp7.650 per liter yang diisukan naik menjadi Rp10.000 per liter.


Menanggapi itu, Ekonom dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Jaenal Effendi meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam memutuskan rencana kenaikan BBM itu. Sebab jika harga BBM naik, maka akan berpengaruh pada melonjaknya harga kebutuhan lain dan bahkan berpotensi menyeret masyarakat ke jurang kemiskinan. 


Ia menuturkan, kenaikan harga BBM pasti akan mendorong kenaikan inflasi. Selain menjadi barang yang langsung dikonsumsi oleh masyarakat, BBM juga menjadi input bagi kegiatan produktif yang lain. Di antaranya untuk menggerakkan mesin-mesin produksi dan menjadi komponen yang cukup besar dalam sektor transportasi. 


Jaenal menegaskan bahwa potensi kenaikan inflasi yang cukup tinggi akibat kenaikan harga BBM akan menggerus daya beli masyarakat. Menurutnya, sejumlah nominal uang yang dipegang masyarakat, tidak akan mampu membeli jumlah barang yang sama setelah terjadinya inflasi yang tinggi. 


“Apalagi bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Ketika pendapatan mereka tetap, dan kebutuhan untuk mencukupi kebutuhan hidup semakin bertambah, maka bukan tidak mungkin kondisi ini akan menyeret mereka ke jurang kemiskinan,” ungkap Jaenal kepada NU Online, Selasa (23/8/2022).


Jaenal mengingatkan bahwa pada 2005 silam, pemerintah Indonesia dua kali menaikkan harga BBM. Hal ini membuat jumlah orang miskin langsung bertambah pada 2006 sebanyak 4,2 juta jiwa. Sementara tingkat kemiskinan mengalami kenaikan dari 15,97 persen menjadi 17,75 persen. 


Terkait persoalan membengkaknya subsidi BBM, Jaenal meminta pemerintah untuk bisa melihat perkembangan harga minyak dunia. Dalam beberapa hari terakhir, harga Crude Oil WTI (minyak mentah) terus mengalami penurunan. Lalu pada 23 Agustus 2022 sudah mencapai US$ 90,92 per barrel yang sebelumnya sempat mencapai US$ 123.7 per barrel pada 8 Maret 2022. 


“Kita berharap pemerintah bisa sedikit bersabar untuk melihat perkembangan harga minyak dunia terakhir dan bisa segera kembali ke harga acuan APBN sebesar US$ 63 per barrel,” tegas Pengurus Lembaga Perekonomian PBNU periode 2015-2021 ini.


Lebih lanjut, Jaenal menyebutkan bahwa proporsi konsumsi BBM di tingkat rumah tangga pada 2021 adalah sekitar 4,05 persen dari total pengeluarannya. Komposisi ini terus mengalami kenaikan dibandingkan hasil survei biaya hidup pada 2018 yang kontribusinya sekitar 3,78 persen dari nilai konsumsi masyarakat secara keseluruhan.


Selain itu, lanjut Jaenal, sektor transportasi memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap perkembangan harga BBM, angkutan darat misalnya, komponen biaya bahan bakar mencapai sekitar 18 persen. 


“Ketika terjadi kenaikan harga BBM maka ongkos angkutan mengalami kenaikan. Ketika ongkos transportasi naik, maka harga barang akan kembali menjadi naik. Dampak Kenaikan harga BBM tidak sesederhana seperti kenaikan harga barang lain. Karena selain dikonsumsi langsung oleh rumah tangga, BBM juga menjadi input bagi kegiatan ekonomi yang lainnya,” pungkas Jaenal. 


Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengumumkan bahwa pemerintah tengah menyusun skema penyesuaian harga BBM demi mengurangi beban subsidi. Namun ia menegaskan, keputusan atas rencana kenaikan harga BBM berada di tangan Presiden Joko Widodo.


“Pemerintah masih menghitung skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi dengan memperhatikan dampak terhadap masyarakat. Langkah yang disimulasikan termasuk skenario pembatasan volume,” ungkap Luhut. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad