Nasional

BNPT: Radikalisme Berkembang di Jakarta, Bandung, Surabaya

Sel, 4 Februari 2020 | 13:30 WIB

BNPT: Radikalisme Berkembang di Jakarta, Bandung, Surabaya

Suasana Kuliah Umum Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (4/1) siang. (Foto: NU Online/Rahman Ahdori)

Jakarta, NU Online
Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Marsekal Muda TNI Asep Adang Supriyadi mengatakan, radikalisme bekembang masif di sejumlah daerah.
 
Menurut dia, daerah tersebut termasuk zona merah dan dibutuhkan penanganan yang intensif agar pemaparan radikalisme terus mengalami penurunan. Daerah itu antara lain di DKI Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
 
Data itu didapatkannya berdasarkan riset berbasis geospasial. Radikal terorisme di tiga daerah tersebut, lanjut Supriyadi, tumbuh dan berkembang, baik gerakan maupun pemahaman.

“Peta prediksi terorisme di Pulau Jawa masuk kategori zona merah berbasis geospasial yakni Jakarta, Surabaya dan Bandung. Kami membagi keamanan di kota zona merah tersebut,” kata Asep Adang Supriyadi saat mengisi Kuliah Umum Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (4/1) siang. 

Kegiatan mengangkat tema ‘Ancaman dan Tantangan Penyebaran Paham Radikal Terorisme’. Menurut Supriyadi, internet dan media sosial masih menjadi tempat strategis berkembangnya pemahaman radikal di Indonesia karena mudah diakses dan dimiliki oleh hampir seluruh penduduk Indonesia. 

Kemudian, terkait dengan pencegahan pihak BNPT telah melakukan langkah-langkah kongkrit misalnya kesiap siagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi. Supriyadi menegaskan, atas dasar itu pula tugas BNPT hanya penanggulangan, mengoordinasikan. Bukan menangkap para teroris.  

Masih berdasarkan risetnya, setelah dilakukan banyak pendalaman kepada para mantan teroris. Ditemukan banyak jenis teroris berdasarkan perannya masing-masing. Teroris tersebut ada yang masuk kategori  teroris inti, teroris militan, teroris pendukung, dan simpatisan yakni masyarakat. 

“Kalau yang militan itu mereka yang melakukan pengeboman. Mereka yang terlatih kemampuannya untuk menyerang,” tuturnya. 

Sementara pendukung adalah mereka yang menyiapkan dana untuk berjalannya misi pengeboman di sejumlah tempat. Selain dana, dukungan itu bisa berbentuk bahan baku, sarana prasarana dan tempat latihan. 

“Kalau yang simpatisan mereka yang mendukung paham teroris meski tidak loyal dan tidak sepenuhnya, misalnya mereka yang kerap berbuat intoleran di  masyarakat. Selain itu, ada kelompok inti, mereka adalah pimpinan organisasi yang terbutki kuat menganut ideologi radikal seperti pimpinan Al-Qaeda dan pimpinan ISIS,” ungkapnya. 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Fathoni Ahmad