Nasional

Budayawan: Sedekah Laut Ungkapan Religius, Ekologis, dan Etis

Sen, 15 Oktober 2018 | 13:30 WIB

Budayawan: Sedekah Laut Ungkapan Religius, Ekologis, dan Etis

Ilustrasi sedekah laut (via kabare.id)

Jakarta, NU Online
Budayawan Yogyakarta Muhammad Jadul Maula menyebut bahwa praktik sedekah laut yang telah berlangsung lama dan turun-temurun tersebut merupakan ungkapan religius, ekologis, dan etis.
 
Dikatakan religius, sebab upacara tersebut wujud syukur dari para nelayan kepada Allah atas rezeki yang diberikan melalui laut. Upacara tersebut juga terkandung doa keselamatan dan tolak bala.

“Upacara sedekah laut itu kan ungkapan religius,” kata Jadul Maula kepada NU Online, melalui sambungan telepon, Senin (15/10).

Sebagai ungkapan religius, pria yang juga pengasuh pesantren Kaliopak, Yogyakarta ini menyebut sebuah hadits yang menjadi dasar keagamaannya, yakni ‘Orang yang tidak bersyukur kepada makhluk berarti tidak bersyukur kepada Tuhan’. 

“Jadi ukuran syukur kepada Tuhan itu berarti bersyukur kepada makhluk,” ucapnya.

Sementara ungkapan secara ekologis, sambungnya, upacara tersebut mengandung upaya untuk menjaga eksistensi biota laut dan kelangsungan ekosistemnya, sehingga mempunyai manfaat ekonomis dan menjaga kelangsungan mata pencaharian para nelayan.

“Sedekah bumi juga upaya konservasi lingkungan, menjaga keberlangsungan sumber daya alam agar tidak hilang, tidak punah, tidak habis. Itu menjaga siklus kehidupan. Itu mestinya tidak mempersoalkan malah harusnya didukung dan diberi makna secara lebih luas,: jelasnya.

Adapun ungkapan dari aspek etis karena para nelayan menyadari atau "ngrumangsani" bahwa setiap hari mereka mendapatkan atau "memanen" ikan dari laut, sehingga mereka merasa berkewajiban untuk "menanam".

“Jadi upacara sedekah laut itu bagian dari ajaran hablum minal alam,” jelasnya. (Husni Sahal/Fathoni)