Nasional

Bukti NU Cinta Agama dan Negara

Ahad, 23 Juni 2019 | 13:30 WIB

Bukti NU Cinta Agama dan Negara

Katib Syuriyah PBNU KH Zulfa Mustofa pada Halal bi Halal NU Jakut, Ahad (23/6)

Jakarta, NU Online
Dalam setiap acara yang diselenggarakan Nahdlatul Ulama di semua tingkatan, rangkaian acaranya tidak lepas dari pembacaan Al-Qur’an, menyanyikan lagu Indonesia Raya, Mars Ya Lal Wathan, hingga Mars Banser.

Menurut Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Zulfa Musthofa, semua tahapan pada setiap acara NU itu menggambarkan bahwa NU mencintai agama dan negara.

"Indoensia Raya itu menunjukkan bahwa NU itu komitmennya terhadap NKRI tidak perlu diragukan," kata Kiai Zulfa pada acara Halal bi Halal dan Syukuran Nahdliyin di Hotel Sunlake Jakarta Utara, Ahad (23/6).

Menurut Kiai Zulfa, atas peran nyata NU terhadap Indonesia, maka tidak sedikit tokoh-tokohnya yang menerima gelar sebagai Pahlawan Nasional. Kiai Zulfa menyebut contoh KH Wahab Hasbullah yang saat hidupnya berperang melawan penjajah melalui Laskar Hizbullah yang di kemudian hari dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

"Makanya kalau bicara tentang cinta negara dan cinta agama bagi Nahdliyin sudah dalam satu tarikan nafas. Satu tarikan nafas itu sudah pasti cinta agama dan cinta negara. Jangan dibenturkan antara Al-Qur’an dan Pancasila,” jelasnya.

Ia mengatakan, dalam pandangan NU, Pancasila bukan agama dan posisinya tidak bisa menggantikan kedudukan agama. Pancasila adalah kumpulan visis dan cita-cita para pendiri bangsa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dari NU, tokoh yang terlibat langsung dalam perumusan Pancasila ialah KH Wahid Hasyim dan KH Masykur.

"Jadi posisnya jelas. Karenannya kita itu, Nahdliyin paham, kalau bernegara dasarnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kalau beragama dasarnya adalah Al-Qur’an, hadits, ijmak, dan qiyas," ucapnya.

Begitu juga sikap NU terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memutuskan bersifat final atau tidak boleh diganggu gugat. Namun demikian, sambungnya, Nahdliyin wajib memperjuangkan syariat Islam melalui jalur yang konstitusional, seperti DPR dan DPRD. Beberapa contoh yang telah dihasilkan dari perjuangan nahdliyin terhadap syariat Islam ialah UU Perkawinan dan UU Perbankan Syariah.

Namun yang kini terjadi, tidak sedikt orang yang salah dalam menilai, yakni seakan-akan orang yang memakai Pancasila, maka dianggap sebagai antiagama atau Al-Qur’an. Begitu juga sebaliknya, orang yang memakai Al-Qur’an dianggap berlawanan dengan Pancasila.

"Inilah PR terberat kita, Nahdliyin untuk terus mensosialisasikan ini ke masyarakat," jelasnya. (Husni Sahal/Kendi Setiawan)