Nasional

Cabut UU Cipta Kerja, LBH Ansor Desak Presiden Terbitkan Perppu

Sab, 10 Oktober 2020 | 07:00 WIB

Cabut UU Cipta Kerja, LBH Ansor Desak Presiden Terbitkan Perppu

Foto: lbhansor.go.id

Jakarta, NU Online
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah disahkan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10) lalu, menuai kritik dan protes dari banyak pihak. Tak terkecuali dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) beserta seluruh lembaga dan badan otonomnya.


Menyikapi UU Cipta Kerja yang dinilai banyak memuat pasal bermasalah itu, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor H Abdul Qodir mendesak agar Presiden Joko Widodo dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut UU Cipta Kerja.


“Hanya punya satu cara untuk pemerintah, khususnya presiden, menjawab aspirasi masyarakat ini yaitu terbitkan Perppu untuk mencabut UU Cipta Kerja ini,” jelas Qodir, saat dihubungi NU Online melalui sambungan telepon, pada Jumat (9/10) petang.


Perppu untuk mencabut UU Cipta Kerja tersebut, menurut Qodir, adalah sesuatu yang saat ini diharapkan oleh para aktivis mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil yang dalam beberapa waktu belakangan melakukan demonstrasi sebagai bentuk penolakan.


Lebih lanjut, Qodir menyebut bahwa unjuk rasa serentak yang dilakukan dalam jumlah massa yang besar itu adalah ekspresi wujud kecintaan terhadap bangsa dan rakyat Indonesia.


“Mereka tidak mau bangsa dan rakyat di negeri ini semakin terpuruk kondisinya dan semakin sulit keadaannya di kemudian hari nanti,” tegas Qodir.


Diakuinya, saat ini LBH Ansor bersama kelompok masyarakat sipil lainnya sedang mengonsolidasikan kekuatan untuk mendesak agar presiden menerbitkan Perppu.


Kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi


Menyikapi keinginan publik, pemerintah meminta masyarakat untuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi. Namun menurut Qodir,langkah ini akan sulit lantaran kepercayaan publik terhadap MK sudah sangat rendah.


“Sekarang kepercayaan masyarakat sipil terhadap institusi negara termasuk MK sudah berada di titik yang sangat rendah. Ini kondisi yang sebenarnya sudah sangat mengkhawatirkan untuk kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara,” katanya.


Sementara di MK sendiri, terdapat sembilan orang hakim. Diantaranya ada tiga orang dari usulan Presiden Jokowi, tiga usulan dari DPR, dan tiga lainnya dari Mahkamah Agung. Hal inilah yang kemudian menjadikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara, termasuk MK, sudah sangat rendah.


“Karena itu Pemerintah dan DPR, termasuk MK itu sudah bisa harus melakukan evaluasi terhadap kinerja yang memang sangat mengecewakan rakyat,” tegas Qodir.


Ia menambahkan, jika setiap pelanggaran konstitusi, seperti UU Cipta Kerja ini, konsekuensinya hanya pencabutan UU, maka akan menjadi sesuatu yang sangat sepele atau remeh-temeh dalam keseriusan berkehidupan bernegara di Indonesia.


“Kalau begitu, jadi ya sudah kita langgar saja konstitusi. Toh nanti juga bisa dicabut oleh MK. Jadi seolah seperti main-main saja para pemimpin kita ini,” kata Qodir, menyayangkan elit pemimpin negeri ini.


PBNU usulkan judicial review


Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga telah mengeluarkan pernyataan sikap terkait UU Cipta Kerja ini. Terdapat sembilan poin dari pernyataan sikap yang telah ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini.


Soal rencana PBNU yang akan melakukan uji materi ke MK tertuang dalam poin kedelapan pernyataan sikap yang dikeluarkan pada Jumat (9/10) kemarin. Dijelaskan bahwa NU akan membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan secara konstitusional.


“Nahdlatul Ulama membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Dalam suasana pandemi dan ikhtiar bersama untuk memotong rantai penularan, upaya hukum adalah jalur terbaik dan terhormat dalam mencari keadilan dibanding mobilisasi massa,” demikian bunyi poin kedelapan sikap PBNU.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Muhammad Faizin