Nasional

Cara Bermedsos Cerdas di Tengah Ribuan Hoaks tentang Corona

Jum, 31 Juli 2020 | 12:30 WIB

Cara Bermedsos Cerdas di Tengah Ribuan Hoaks tentang Corona

“Sehingga informasi-informasi yang muncul di media sosial harus di-tabayyun-i terlebih dahulu sehingga tidak mudah terhasut.

Jakarta, NU Online
Dalam rilis Kementerian Informasi dan Informatika tentang hoaks berkaitan dengan isu Corona, disebutkan bahwa hingga 31 Juli 2020, total hoaks yang tercatat sebanyak seribu hoaks lebih. Dalam keadaan banyaknya hoaks mengenai virus corona ini, masyarakat diminta tetap cerdas memilah informasi terutama sebelum disebarkan kembali.


Apalagi menurut Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho, media informasi seperti media sosial seringkali memuat informasi yang belum valid yang dapat menimbulkan provokasi di masyarakat.


“Media informasi seperti media sosial memberi banyak sekali informasi yang sebetulnya informal atau belum valid. Ada beberapa yang positif tapi sebagian itu seringkali muncul tanpa ada verifikasi dan berpotensi meresahkan masyarakat bahkan dapat menyebabkan provokasi dan adu domba. Oleh sebab itu masyarakat harus pintar memilahnya,” ujarnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.


Apalagi, ia menambahkan, jika informasi tersebut berpotensi mengarah kepada konflik sosial dan kerusakan fisik. “Sehingga informasi-informasi yang muncul di media sosial harus di-tabayyun-i terlebih dahulu sehingga tidak mudah terhasut. Kuncinya tentu masyarakat harus paham bahayanya,” kata Septiaji


Ia mengatakan, agar tidak mudah termakan hoaks, masyarakat harus melakukan crosscheck (cek dkembali) melalui beberapa sumber yang terpercaya. “Kita tunggu dulu, kita cek dulu ke beberapa sumber yang lain baru kita membuat kesimpulan. Jadi kita jangan mudah termakan oleh informasi yang mungkin disebar melalui grup WA (WhatsApp), Facebook atau media sosial lain,” tuturnya.


Rujuk media terpercaya

Septiaji berharap masyarakat jangan mau membaca informasi dari situs abal-abal. Jika masyarakat merasa bingung dengan informasi yang ada maka masyarakat perlu cari tahu dari sumber-sumber yang valid lainnya. Karena saat ini, berita dari situs abal-abal biasa disebarkan melalui media sosial dan grup WA.


Nah masyarakat perlu berlatih untuk tidak mengambil dari situs-situs yang tidak jelas. Secara prinsip media, media yang bisa dipercaya adalah media yang sudah terdaftar di dewan pers yang bisa lebih terjamin ke-validan-nya,” jelasnya.


Septiaji mengungkapkan bahwa media yang terdaftar di dewan pers itu mereka bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik dan diawasi oleh dewan pers. Karena media yang terdaftar di dewan pers lebih bisa dipercaya dan media tersebut juga harus mengikuti ketentuan kode etik jurnalistik dan diawasi oleh dewan pers.


“Tapi memang saat ini ada fenomena di media online yang seringkali memuat informasi  membingungkan karena belum dilakukan verifikasi secara detail atau cover both side tapi sudah muncul di media online,” ucapnya.


Septiaji menutut media online tidak seharusnya hanya mengutamakan kecepatan berita, tetapi akurasi juga harus diperhatikan. Hal ini merupakan akibat adanya persaingan dari masing-masing media yang berlomba-lomba untuk bisa menayangkan berita secara cepat terhadap sebuah peristiwa yang terjadi.


“Jangan sampai karena persaingan antar media jadi cepat-cepatan bikin berita tapi akurasi berita dikorbankan apalagi sampai menggunakan judul-judul yang clickbait, itu harus diperbaiki. Tetapi bukan berarti bila ada kesalahan di media-media online yang terverifikasi itu kemudian kita tidak perlu membaca dari media-media online. Itu tidak begitu juga, karena bisa lakukan crosscheck di media lainnya,” ungkapnya.


Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin