Nasional

Cara Berterima Kasih kepada NU menurut Prof M Nuh

Jum, 25 November 2022 | 08:30 WIB

Cara Berterima Kasih kepada NU menurut Prof M Nuh

Rais Syuriyah PBNU Prof Muhammad Nuh saat menyampaikan materinya pada PMKNU di Institut Agama Islam Ma'arif NU, Metro, Lampung, Kamis (24/11/2022). (Foto: NU Online/Faizin)

Metro, NU Online 
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Muhammad Nuh mengingatkan warga NU dan pengurus NU untuk bersyukur dan berterima kasih karena masih bisa eksis bersama NU. Ia menegaskan bahwa kebesaran NU ini bukanlah karena keberadaan pengurus dan Nahdliyin di dalamnya, namun sebaliknya merekalah yang memiliki hutang kepada NU

 

“Bukan kita yang punya saham di NU karena kita menjadi pengurus-aktivis sehingga NU berhutang budi kepada kita. Tetapi NU yang punya saham pada diri kita. Kini saatnya membayar dan melunasi deviden. Jangan dibalik,” katanya saat kegiatan Pendidikan Menengah Kepemimpinan NU (PMKNU) di Institut Agama Islam Ma’arif NU Metro, Lampung, Kamis (24/11/2022).

 

NU, jelasnya, sudah banyak memberi saham sejati yang menjadikan kehidupan di Indonesia damai. Ia menyebut saham NU ini berupa saham sumbangsih NU dalam bidang keagamaan, keberagamaan, kemanusiaan dan kebangsaan.

 

“NU juga sudah menjadikan kita mendapatkan kemuliaan dan penghormatan,” ungkapnya.

 

Dengan adanya NU, pengurus dan warganya juga bisa memiliki kesempatan berbuat baik dan bisa berkumpul dengan komunitas orang saleh. Sehingga semua ini perlu ‘dibayar’ lunas, oleh warga dan pengurus NU dengan berbagai bentuk deviden.

 

“(Beri) Kontribusi demi kemajuan organisasi baik bendawi maupun non-bendawi, dan (beri) prestasi, baik jamaah maupun jamiyah, yang memperbesar aset perkumpulan,” ungkapnya.

 

Dengan banyaknya prestasi yang dimiliki oleh NU, lanjut Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini, maka kecintaan kepada NU juga akan makin tinggi. Pasalnya secara psikologis, kecintaan akan makin tumbuh pada sesuatu manakala sesuatu itu memiliki nilai lebih. Sebaliknya, jika tidak ada nilai lebih, maka kecintaan pun akan luntur.

 

"Tidak ngrepoti dan menjadi beban organisasi juga menjadi salah satu bentuk membayar utang kepada Nahdlatul Ulama,” ungkapnya dalam paparannya bertema 'Memaknai 100 Tahun NU: Transformasi Intangible-Intangible Asset menjadi Real Asset dan Real Power'.

 

Terlebih di era jelang memasuki abad kedua NU, ia mengajak seluruh warga NU untuk memberi kontribusi agar NU bisa lepas landas dengan sempurna. Menurutnya, fase 100 tahun merupakan fase di mana akan menemui paradigma baru yang tentu akan banyak menghadapi kejutan-kejutan.

 

Dalam pandangannya, ada tiga kemungkinan yang akan muncul setelah memasuki umur 100 tahun dalam sebuah fase kehidupan. Ketiga hal tersebut adalah mengalami penurunan (hancur), mengalami kondisi stagnan (kalah), dan mengalami masa kenaikan. Dua yang pertama menurut Prof Nuh bukalah pilihan. Namun yang ketiga merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan.

 

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin