Nasional

Catatan PBNU atas Kartu Prakerja

Jum, 1 Mei 2020 | 14:25 WIB

Catatan PBNU atas Kartu Prakerja

PBNU sampaikan catatan dan solusi untuk Kartu Prakerja

Jakarta, NU Online
Dalam beberapa minggu terakhir, pemerintah telah meluncurkan Program Kartu Prakerja dengan total anggaran sebesar Rp 20 triliun. Di tengah perjalanannya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberikan beberapa catatan terhadap program ini. 

Secara umum, PBNU menilai program Kartu Prakerja merupakan kebijakan yang baik dan bertujuan pada kemaslahatan bersama. Akan tetapi, terdapat sejumlah catatan yang penting untuk diperhatikan agar program ini tidak kehilangan tujuan kemaslahatan yang lebih luas.

"Kami di PBNU sejak awal mengatakan, program Kartu Pra Kerja merupakan program yang positif untuk untuk masyarakat, hanya saja dalam pelaksanaannya ada beberap catatan kami," kata Ketua PBNU H Umarsyah pada NU Online, Jakarta, Jumat (1/5). 

Catatan pertama, Umarsyah menilai, rekrutmen delapan mitra platform terkesan tertutup dari mata publik sehingga ada kesan seolah hanya diberikan pada kelompok yang ‘dekat’ dengan istana. “Sayangnya rekrutmennya sejak awal terkesan tertutup,” ujarnya.

Solusinya, pemerintah di dalam hal ini perlu lebih terbuka kepada publik mengenai setiap proses perekrutan. Keterangan yang diberikan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari dalam sebuah wawancara ekslusif dengan 164 Channel, menurut Umarsyah, tidak cukup menunjukkan keterbukaan proses rekrutmen karena terkesan tertutup dan berlangsung sangat cepat.

Catatan kedua, harga paket pelatihan online yang diangarkan hingga satu juta per paket dinilai terlampau mahal. Ia berpendapat, pelatihan yang diproduksi secara online seharusnya bisa didapat dengan lebih murah. Bahan, lanjtnya, sebagian pelatihan skill bisa didapatkan dengan gratis di akun Youtube. 

Catatan ketiga, berkenaan dengan pendaftaran penerima Kartu Prakerja yang dianggapnya terlalu sederhana. Ia mengatakan proses pendaftarannya penerima kartu bisa salah sasaran karena tidak bisa mencegah orang yang tidak berhak untuk mendaftarkan diri. 

Catatan keempat, prorgam ini menurut dia, lebih dekat dengan urusan ketenagakerjaan, maka seharusnya berada di bawah domainnya Kementerian Ternaga Kerja, bukan justru di bawa Kementerian Perekonomian. Ia melihat ada tumpang tindih pekerjaan nomenklatur pekerjaan pemerintah yang seharusnya tidak boleh terjadi di bawah sebuah institusi. 

Dalam hal ini, lanjut dia, Kementerian Tenaga Kerja harus dilibatkan dalam porsi yang lebih banyak. Pelibatan dalam Kemnaker dalam kapasitas sebagai platform mitra dirasa tidak cukup.
 
“Kan yang paham ketenagakerjaan Kemnaker, saya rasa Kemnaker harus diberi porsi yang lebih besar. Jalan tengahnya adalah harus ada kerja sama yang erat antara kementerian ekonomi dan kementerian teknis pelaksana,” jelasnya.

Salah satusolusi yang ditawarkan adalah memaksimalkan Balai Latihan Kerja yang telah dimiliki pemerintah di bawah Kemnaker. Walaupun sebagian besar balai latihan kerja memiliki kekurangan di persoalan pelatihan online, namun Umar mengatakan, kekurangan itu harusnya bisa ditambal dengan memanfaatkan program Kartu Prakerja. 

Jika terlaksana dengan menggunakan skema ini, program Kartu Prakerja tidak akan bias kota dan bisa menyasar kelompok yang ada di pedesaan, serta sekaligus menciptakan sinergi dengan program BLK sebelumnya.
 
“Memanfaatkan BLK dengan memaksimalknan potensinya sangat memungkinkan, dan itu lebih baik dari pada membuat platform baru di luar yang dimiliki pemerintah. Intinya diharapkan tidak ada lagi menang-menangan. Ego sektoral kementerian harus ditekan. Kementerian Perekonomian dan Kemnaker harus sinergi," pungkasnya.
 
Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Abdullah Alawi