Nasional

Cederai Moral, Orang Kaya Gunakan BBM Bersubsidi

Kam, 1 September 2022 | 19:00 WIB

Cederai Moral, Orang Kaya Gunakan BBM Bersubsidi

Cederai Moral, Orang Kaya Gunakan BBM Bersubsidi. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Penyaluran subsidi BBM tepat sasaran menjadi persoalan negara di tengah tekanan APBN dan ancaman inflasi. Di mana 72-80 persen penerima BBM subsidi adalah golongan mampu atau orang kaya.


Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI, sebanyak 89 persen solar dinikmati dunia usaha, sedangkan 11 persen lainnya dinikmati oleh rumah tangga.


Dari total segmen rumah tangga, ternyata 95 persen dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 5 persen yang dinikmati rumah tangga miskin (petani dan nelayan). Sementara untuk pertalite sebaliknya, 14 persen dinikmati dunia usaha dan sebagian besar dinikmati oleh rumah tangga yakni 86 persen.


Dari segmen rumah tangga, sebanyak 80 persen dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 20 persen yang dinikmati rumah tangga miskin. Dengan demikian, kurang lebih 80 persen subsidi BBM 'disedot' oleh golongan yang tidak berhak.


Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) M Kholid Syaerazi mengatakan bahwa subsidi BBM sah saja dinikmati orang kaya namun pemakaiannya mencederai moral. Ini karena subsidi BBM bukanlah haknya.


“Orang punya mobil pribadi, lalu minum BBM subsidi, itu halal. Tapi tidak thayyib (baik) karena mengambil yang bukan porsinya,” kata Kholid yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Center for Energy Policy itu, Kamis (1/9/2022).


Seperti BBM subsidi, dalam hal ini pertalite dan solar, gas elpiji 3 kg pun masih banyak dinikmati orang kaya. Ia membeberkan, 60 persen rumah tangga terkaya mengonsumsi LPG 3 kg sebanyak 68 persen. Sedangkan 40 persen rumah tangga terbawah hanya mengonsumsi 32 persen saja.


“Meskipun tulisannya (hanya) diperuntukkan bagi masyarakat miskin,” ujar Kholid.


Untuk mencegah hal serupa terulang kembali, Kholid mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi total subsidi energi. Cara pertama, dengan menyelaraskan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diterbitkan Pusdatin Kesos Kemensos RI.


“DTKS ini berisi daftar mustahik (yang berhak) program perlindungan sosial pemerintah, termuat di dalam satu kartu,” terangnya.


Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga dapat membuat kebijakan subsidi tertutup. Subsidi yang langsung disasarkan kepada orang yang berada di lapisan bawah. Negara menetapkan daftar penerima subsidi.


“Subsidi dapat diberikan dalam bentuk tunai atau natura,” jelasnya.


Kedua, subsidi terbuka. Model subsidi ini terang dia, diberikan dengan produk tertentu yang hanya boleh dibeli rakyat miskin. Negara liberal umumnya menempuh kebijakan ini. Harga barang dilepas ke mekanisme pasar. Pemerintah tidak mengintervensi harga, tetapi memberikan subsidi langsung ke penerima manfaat.


“Model kedua subsidi atas barang. Pemerintah mengontrol harga barang agar terjangkau untuk semua lapisan,” terangnya.


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin