Nasional

Cerita Gus Mus tentang Kertas Folio Sakti dari KH Ali Maksum

Jum, 17 Desember 2021 | 09:30 WIB

Cerita Gus Mus tentang Kertas Folio Sakti dari KH Ali Maksum

KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. (Foto: dok. NU Online)

Yogyakarta, NU Online
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) menceritakan kehebatan KH Maksum Ali saat ia ingin masuk Al-Azhar.


Gus Mus berkisah, suatu hari ia iseng-iseng mengikuti seleksi di Kementerian Agama RI untuk belajar ke Al-Azhar Mesir dan ternyata diterima.


Namun, syaratnya harus memiliki ijazah. Gus Mus bingung karena ijazah Sekolah Rakyatnya hilang (SR). Ngaji di Lirboyo tidak sampai tamat dan di Krapyak hanya sampai kelas satu tsanawiyah.


"Karena saya yakin kalau Kiai Ali orangnya baik maka saya sowan ke Krapyak untuk minta ijazah," jelasnya saat Haul Ke-33 Almaghfurlah KH Maksum Ali di Krapyak, Yogyakarta, Rabu (15/12/2021).


Gus menambahkan, sesampainya di Krapyak, oleh Kiai Ali ia diminta sowan ke kepala madrasahnya yaitu Kiai Zainal. Saat di Kiai Zainal lalu dijelaskan bahwa santri Krapyak yang lulus Aliyah jika ingin mengambil ijazah saja harus melewati pengabdian selama setahun.


Sementara Gus Mus kelas satu tsanawiyah saja tidak selesai. Sehingga Kiai Zainal bingung bagaimana mempertanggungjawabkannya membuat ijazah tersebut di yaumul hisab.


Akhirnya Gus Mus balik ke Kiai Ali Maksum dan ternyata Kiai Ali sudah menunggu di depan pintu, sambil gojloki "tidak berhasil ya".


"Jadi sebenarnya Kiai Ali sudah tahu kalau bakal ditolak. Lalu Kiai Ali mengambil kertas folio dan menuliskan di kertas tersebut 'Saya bersaksi anak ini punya semangat untuk mengembangkan ilmu agama' hanya itu," beber tokoh asal Rembang ini.


Saat itu, Gus Mus diterima di Al-Azhar bersama alumni Krapyak lainnya bernama Kiai Wahab Hafiz. Perbedaannya, Kiai Wahab menggunakan ijazah resmi, sementara Gus Mus hanya kertas folio yang bertanda tangan Kiai Ali. 


"Saya menyaksikan walinya Kiai Ali dalam kasus ini. Masuk Al-Azhar, salah satu kampus terbaik di dunia cukup lewat kertas polio. Masuk tanpa diuji. Ini menandakan kewalian Kiai Ali," imbuhnya.


Gus Mus sendiri masuk di Pesantren Krapyak setelah belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Ketika masuk ke Krapyak, Kiai Ali mengujinya Gus Mus dengan hal sederhana. Di Krapyak, Gus Mus diterima di kelas 3 MI.


"Saya ditanya sudah pernah ngaji apa? Saya bilang jurumiyah. Lalu diminta menulis Al-Fatihah, setelah itu beliau ngomong tulisannya bagus, tapi salah semua. Ini kenangan pertama bersama Kiai Ali," ungkapnya.


Di Universitas Al Azhar, Kairo Mesir ini, Gus Mus belajar mulai tahun 1964 hingga 1970 untuk studi Islam dan bahasa Arab.


Secara rinci rekam pendidikan Gus Mus dimulai dari Sekolah Rakyat selama enam tahun di Rembang (1950-1956), Pesantren Lirboyo, Kediri (1956-1958), Pesantren Krapyak, Yogyakarta (1958-1962), Pesantren Taman Pelajar Islam (Rembang, 1962-1964).


"Di Krapyak ketika sampai kelas satu tsanawiyah diminta pulang oleh abah karena adik sakit. Di rumah tiga bulan dan akhirnya tidak balik lagi," tandasnya.

 

Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin