Nasional

Cerita KH Ma’ruf Islamuddin Sragen Lahirkan Lagu-Lagu Dakwah

Sab, 29 Juli 2023 | 13:00 WIB

Cerita KH Ma’ruf Islamuddin Sragen Lahirkan Lagu-Lagu Dakwah

KH Ma'ruf Islamuddin, pengasuh Pesantren Walisongo Sragen Jawa Tengah yang berdakwah dengan iringan rebana. (Foto: Tangkapan layar YouTube NU Online)

Jakarta, NU Online
Suwargo tansah mengo lawange
dicawisake kanggo sopo wae
sing kuwat imane lan becik amale
rikolo urip ono ndunyane….


Petikan syair lagu tersebut mungkin tak asing bagi masyarakat Islam di Jawa maupun pengguna bahasa Jawa di mana saja berada. Petikan syair itu jika dalam bahasa Indonesia artinya: Surga selalu terbuka pintunya, disediakan untuk siapa saja yang kuat imannya dan bagus amalnya ketika hidup di dunia.


Pencipta syair tersebut adalah KH Ma’ruf Islamuddin, pengasuh Pesantren Walisongo Sragen, Jawa Tengah. Sejak awal dakwah, ia menggunakan syair-syair Islami, selain shalawatan.


Tiket Suwargo (Tiket Surga) adalah satu di antara ratusan lagu lainnya yang ia ciptakan. Kemudian lagu itu dibawakannya saat berdakwah dengan iringan musik yang diberi nama Rebana Walisongo Sragen.


Asal Mula
Sekitar tahun 1995, Pondok Pesantren Walisongo yang didirikan dan diasuh KH Ma’ruf Islamuddin telah secara resmi mendapat izin dari Kementerian Agama. Sebelumnya, Kiai Ma’ruf juga telah mendapatkan restu dari gurunya, KH Muhammad Masyhur, pengasuh Pesantren Banu Saudah Sragen untuk berdakwah.


Selain mengelola dan mengasuh pesantren, Kiai Ma’ruf juga sering diundang untuk berceramah di berbagai daerah. Dalam ceramah-ceramah ke berbagai daerah itulah, Kiai Ma’ruf juga membawakan syair lagu serta shalawatan.


"Kebetulan saya sendiri senang dengan seni. Saya juga senang dengan nyanyi-nyanyi. Akhirnya bagaimana nyanyi saya itu juga bisa saya salurkan, tapi untuk berdakwah. Maka waktu itu mulai saya mencoba kalau ceramah saya selingi shalawatan, syiiran, macapat," kata Kiai Ma’ruf dalam tayangan di YouTube NU Online: Nada dan Dakwah KH Ma'ruf Islamuddin: Sholawat Rebana Walisongo Sragen unggahan Jumat (28/7/2023).


Pada awalnya, Kiai Ma’ruf membawakan syair-syair lagunya tanpa iringan musik, meskipun nada-nadanya telah terbentuk. Sebagai pengganti musik, Kiai Ma’ruf hanya memukul-mukul mikrofon agar selaras dengan nada lagunya.


"Awalnya belum ada musiknya. Dulu ya ceramah tapi selingannya kalau shalawatan mic-nya itu saya pukuli," tutur Kiai Ma’ruf.


Seiring perjalanan waktu, karena sering menggunakan pola itu, ada masukan dari jamaah agar Kiai Ma’ruf menggunakan alat musik rebana untuk mengiringinya. “Saya pun ikuti (masukan jamaah), tapi saya tetap minta izin dari guru saya,” imbuhnya.


Pada perjalanan berikutnya, Kiai Ma’ruf juga menggunakan iringan musik keyboard.


Kiai Ma’ruf mengatakan pola dakwahnya mungkin ada plus minusnya. Tetapi, yang jelas dia meniatkan semua itu untuk berdakwah. Hal itu juga sesuai dengan prinsip atau semboyan hidupnya.


“Saya itu punya apa semboyan apa kata-kata bijak, apa motto, kalau bahasa anak muda: Dengan seni hidup jadi indah, dengan ilmu hidup jadi mudah, dengan agama hidup jadi terarah,” ungkapnya.


“Saya pegang itu dan saya tulis di sana sehingga dakwah saya itu ya tiga-tiganya. Ada seninya, ada ilmunya, ada (ajaran) agamanya,” ujar kiai penggerak awal Kotak Infak (Koin) NU ini.