Nasional

Cerita Rohmah yang Ketiduran saat Hendak Ikut Pengajian tapi Dibangunkan Tetangganya yang Kristen

Sel, 25 Oktober 2022 | 16:00 WIB

Cerita Rohmah yang Ketiduran saat Hendak Ikut Pengajian tapi Dibangunkan Tetangganya yang Kristen

Salah satu acara perekat sosial antara Rohmah dan tetangga-tetangganya pada suatu malam. (Foto: NU Online/Nidlomatum MR)

Malam itu sekitar pukul 23.00 WIB, handphone Rohmah berdering, terlihat tulisan nama Mama Bintang memanggil di layarnya. Dengan secepat kilat, Rohmah menggeser screen handphone miliknya hingga terdengar suara jelas dari telepon pintarnya.

 

"Bun, Bun, cepetan ke sini, Ayah Daniel meninggal," ucap Mama Bintang memberi kabar tentang tetangga samping rumahnya yang dikabarkan meninggal dunia. 


Tanpa menutup telponnya, perempuan yang akrab dipanggil Bunda itu pun bergegas berlari ke rumah Daniel yang tak lain adalah santri yang mengaji di rumahnya. Setelah sampai di rumah Daniel, rumahnya sepi hanya ada Mama Bintang menangis terisak seraya sibuk mempersiapkan kedatangan jenazah berserta keluarga yang masih berada di salah satu rumah sakit di pusat Kota Bogor. Dengan cekatan, Rohmah pun langsung ikut serta membantu Mama Bintang merapikan rumah duka. 


Di lingkungan rumahnya, Rohmah dikenal sebagai seorang guru ngaji di Jalan Melati 4, Perumahan Bukit Putra, Desa Situsari, RT 04/RW 10 Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sementara Daniel adalah santrinya yang memiliki ayah yang beragama Kristen sementara ibunya Islam. Mendengar wali satrinya wafat, jelas membuat Rohmah shock. Tanpa memandang agama Ayah Daniel, atas nama kemanusiaan Rohmah tak segan sibuk menyiapkan baju untuk pemulasaraan jenazah mulai mencari kemeja, jas, kaos kaki, dan juga sarung tangan serta mencari petugas perawat jenazah Kristen sehingga ketika jenazah datang, semua sudah siap. 


Selang sekitar 1 jam, jenazah tiba dan disemayamkan di rumah duka. Para pelayat yang datang pun tidak hanya umat Kristen, tapi juga umat Islam yang turut datang melakukan penghormatan terakhir pada Ayah Daniel. Tidak hanya bertakziah, warga dengan tanpa sekat juga bergotong-royong membantu proses pemakaman mulai merangkai bunga, memasak hidangan untuk pentakziah dari luar kota dan juga menenangkan perasaan Mama Daniel yang terlarut dalam duka cita ditinggal suami tercintanya. 


Potret saling membantu ini pun berlanjut hingga ke tempat pemakaman terakhir Ayah Daniel. Para tetangga baik Kristen maupun Islam beriring-iringan ada yang mengendarai sepeda motor dan juga mobil mengantar jenazah hingga dikubur di liang lahat. 


Rohmah banyak mengisahkan praktik-praktik saling menghargai dan saling menghormati bahkan saling bergotong-royong yang dilakukan oleh para tetangga-tetangganya meski berbeda agama, suku, dan etnis.


Di antaranya dia menceritakan kepedulian dan perhatian tetangga Kristennya ketika puasa Ramadhan. Pernah suatu hari saat bulan Ramadhan, tetangganya yang beragama Kristen ingin membuat rujak serut, karena ingat dengan saudara-saudara muslimnya yang tengah berpuasa, dia pun tidak hanya membuat rujak khusus untuk dirinya dan keluarga tapi sengaja membuat dalam porsi banyak. "Rujak buatannya pun dibagi-bagikan kepada kami yang beragama Islam saat berbuka puasa," ujar Rohmah. 


Menurut Rohmah, selama ini relasi sosial antarumat beragama di lingkungannya berjalan damai, bahkan sangat damai yang ditunjukkan dengan aktivitas makan bersama di tempat tongkrongan rutin di bawah pohon mangga. Hampir tiap hari tetangga-tetangganya, baik yang beragama Islam maupun Kristen membawa makanan sepiring-dua piring isinya menu yang sama dengan yang dimakan keluarga mereka. 


"Jadi kami berasa ikut menikmati menu harian tetangga kami. Dan itu hampir setiap hari lho, kalau umpama aku pas lagi di dalam rumah ya pasti ikutan dipanggil meskipun aku nggak bawa menu apa-apa, sampai-sampai suami aku pernah nyletuk, enak ya hidup kamu, tiap hari dipanggilin buat makan bareng," ujar Rohmah.


Menurut Rohmah, harmonisasi relasi keberagaman di komplek Jalan Melati tempat dia tinggal juga tampak ketika aktivitas Lebaran dan juga Natalan. Ketika Lebaran yang identik dengan menu ketupat, opor, dan lontong tidak hanya bisa dinikmati oleh tetangga muslim saja tapi semua bisa menyantap. Dia pun menyiapkan amplop berisi uang yang dibagi-bagikan ke semua anak tetangganya tanpa membeda-bedakan agama mereka apa. 


"Begitu pula saat Natal, kami juga diundang untuk makan bersama untuk menghormati dan menghargai suka cita yang dirasakan tetangga Kristen kami dalam merayakan hari besar keagamaan mereka," imbuhnya. 


Ketika tetangga Muslim menggelar pengajian atau tasyakuran pun pasti semua kebagian tanpa terkecuali. Bahkan, sering juga tetangga Kristen lengkap dengan anak-anaknya usai pengajian ikut memakan hidangan yang disediakan oleh shohibul hajat. 


"Kami bareng-bareng "ngariung" makan bareng. Intinya, aku dengan tetangga-tetanggaku tuh sering makan-makan deh, apalagi kalau pas momentum tahun baru baik Masehi maupun Hijriyah," kata Rohmah. 


Pernah juga ada cerita lucu ketika waktu pengajian rutin satu pekan sekali, Rohmah ketiduran dan dibangunkan tetangga Kristennya karena melihat tetangga-tetangga Islam yang lain sudah berangkat pengajian.


"Yang bangunin tetanggaku yang beragama Kristen, akhirnya baru berangkatlah aku pengajian, dan ternyata pengajiannya sudah selesai, tinggal makan-makan, sama ngasih taushiyah saja," kisahnya seraya tertawa mengingat pengalaman konyolnya. 


Keharmonisan dalam keberagaman yang ada di komplek Jalan Melati juga disampaikan oleh Evie Dini, tetangga Rohmah yang beragama Kristen. Menurut Evie dia beruntung bisa hidup di lingkungan yang orang-orangnya memiliki rasa toleransi yang tinggi dan tidak memandang hubungan antarsesama dari segi kesamaan keyakinan.


"Saya senang kita semua saling menghargai di sini. Bersyukur saya berada di lingkungan tetangga yang tidak membedakan suku dan agama," ujarnya. 


Hal yang paling berkesan menurut Evie yakni ketika momentum Hari Raya Idul Fitri dan juga Natal karena hampir dipastikan ada momentum kumpul bersama semua tetangga, kecuali yang sedang mudik. "Saat itu kami kumpul bersama, nah indahnya ini kebersamaan tanpa membedakan satu sama lain. Di waktu sakit di waktu susah di waktu senang, kami merasakan bahwa tetangga kita lah saudara terdekat," imbuh perempuan yang akrab disapa Mama Mauren itu. 


Kontributor: Nidlomatum MR

Editor: Fathoni Ahmad

 

=====================

Liputan ini hasil kerja sama dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI