Nasional

Citayam Fashion Week Lebih Baik daripada Tawuran? Ini Kata Psikolog 

Sel, 26 Juli 2022 | 12:45 WIB

Citayam Fashion Week Lebih Baik daripada Tawuran? Ini Kata Psikolog 

Citayam Fashion Week. (Foto: Instagram/@citayamfashionweek.jkt

Jakarta, NU Online
Fenomena Citayam Fashion Week (CFW) yang belum lama ini mencuat sangat digandrungi kawula muda. Kelompok remaja ramai memadati kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat sebagai lokasi yang digunakan untuk nongkrong maupun catwalk bak model.

 

Fenomena tersebut menuai beragam respons publik. Salah satu yang tergema yakni terkait anggapan CFW lebih baik daripada tawuran.

 

Menanggapi hal itu, Psikolog dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Maryam Alatas, menilai fashion show jalanan yang dilakukan oleh remaja tersebut dapat mengasah kreativitas anak muda. Sebuah kegiatan yang lebih baik jika dibandingkan aksi tawuran.

 

“Kalau perbandingannya tawuran, iya. Keduanya sama-sama cara remaja untuk membuat diri merasa berharga,” kata Maryam kepada NU Online, Selasa (26/7/2022).

 

Lebih lanjut Maryam menjelaskan, masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Fase tersebut merupakan fase dimana kelompok muda berusaha untuk mengenal siapa dirinya dan mencoba sesuatu yang baru untuk kemudian mendapatkan pengakuan.

 

“Remaja sedang mencari jati diri, sedang berada di fase ‘Saya ini siapa?’ Butuh diakui,” ungkapnya.

 

Hal tersebut, sambung Maryam, menjadikan CFW sebagai sarana anak muda mengekspresikan diri serta ajang untuk mengeruk pengakuan dari orang lain. Berbeda dengan tawuran.

 

“CFW merupakan lahan bagi remaja untuk mengekspresikan diri, menunjukan eksistensi. Kalau tawuran ada perilaku agresivitas. CFW ini justru mereka bisa menyalurkan bakat, kemudian bisa membuka kesempatan untuk menjadi figur yg terkenal, yang kemudian bisa menghasilkan uang,” jabar Maryam.

 

Selain itu, CFW juga merupakan wadah yang menampung remaja dengan minat berlebih pada fashion, modeling, atau merancang busana.

 

“CFW menjadi baik sebab menyediakan mereka ruang untuk berkreasi,” ujar dosen Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial, Unusia itu.

 

Kendati demikian, Ia mengira fenomena CFW masih memerlukan penelitian mendalam lagi untuk bisa dikatakan lebih baik dibandingkan aksi tawuran oleh remaja.

 

“Hanya saja, ada cara yang keliru dan ada lebih tepat. Walaupun mesti diteliti lagi apakah kegiatan ini benar-benar membawa dampak positif bagi remaja,” kata Kepala Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) Unusia tersebut.

 

Pasalnya, ia menilai pada kegiatan tersebut akan ada sosok yang menjadi idola anak muda peminat CFW. Terkait hal ini, kawula muda diminta untuk jeli memilih figur yang diidolakan. Ia berharap, anak muda tidak hanya latah terhadap tren semata.

 

“Karena di kegiatan ini ada beberapa orang yang menjadi ‘artis’-nya. Mesti dilihat dulu bagaimana perilaku kesehariannya, jangan sampai salah mengidolakan. Jadi, perlu dibimbing atau diarahkan, si "artis" ini, agar lebih jelas,” terang Maryam.

 

Maryam menyampaikan, bimbingan kepada para remaja utamanya kepada mereka yang menjadi ikon dalam CFW itu bisa melalui kebijakan maupun pengelolaan oleh manajemen artis.


  
“Bisa aturan, bisa juga artis-artis yang punya management. Kan, ada beberapa yang terlibat, ya,” ujarnya.

 

Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Luthfi