Nasional

Fenomena Remaja Cegat Truk Berujung Maut, Ini Penjelasan Psikolog

Kam, 9 Juni 2022 | 08:00 WIB

Jakarta, NU Online 
Baru-baru ini jagat maya dihebohkan kembali dengan aksi mencegat truk yang dilakukan oleh kelompok remaja. Aksi nekat kali ini terjadi di Jalan Otto Iskandardinata, Gerendeng, Karawaci, Kota Tangerang, Jumat (3/6/2022) lalu. Satu dari dua remaja yang mengadang truk pun tewas dengan luka di kepala.


Sementara di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dua remaja dikabarkan nekat mengadang truk hingga tertabrak. Kasat Lantas Polresta Bandung Kompol Rislam Harfian menyampaikan, berdasarkan keterangan yang diterima, motif kejadian tersebut diketahui lantaran ingin membuat konten video.


Korban yang masih berusia 14 tahun saat ini dilaporkan tengah menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Hermina, Soreang, Kabupaten Bandung.


Menanggapi fenomena tersebut, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Maryam Alatas menjelaskan bahwa kecenderungan remaja untuk melakukan sejumlah hal menantang tersebut dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi diri.


“Usia remaja adalah fase kritis dalam tahap perkembangan manusia. Karena dibilang anak-anak bukan, dibilang dewasa belum. Emosi remaja masih labil, remaja masih mencari jati diri, dan konformitas yang tinggi,” terang Maryam saat dihubungi NU Online, Rabu (8/6/2022) malam.


“Remaja butuh eksistensi, butuh diakui dan diterima dalam lingkungan pergaulannya sehingga rentan sekali remaja mengalami hal-hal tersebut,” imbuhnya.


Lebih lanjut ia menerangkan, paradigma yang terbentuk juga kerap memicu remaja menganggap bahwa melakukan aksi menantang akan membuat dirinya dicap berbeda dari yang lain. Hal tersebut sangat disayangkan, lantaran dapat memicu berulangnya kejadian semacam itu kembali.


Butuh kegiatan positif
Aksi cegat truk tersebut sangat disayangkan Maryam. Pasalanya, remaja diyakini memiliki energi yang besar. Energi tersebut perlu disalurkan ke berbagai kegiatan positif, utamanya dengan melakukan aktivitas fisik.


“Misalnya olahraga, dan sebagainya. Remaja juga bisa mengikuti beragam kegiatan positif baik itu di sekolah dengan kegiatan ekstrakurikuler ataupun kegiatan lain di luar sekolah,” paparnya.


Untuk mendukung pemanfaatan waktu berkegiatan positif, Kepala Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) Unusia ini menyakini pentingnya peran orang tua dalam mendampingi tumbuh-kembang sang anak.


“Orang tua perlu mengetahui bagaimana mendidik anak usia remaja. Terpenting adalah bagaimana orang tua bisa menjadi teman atau sahabat bagi anak. Tujuannya agar orang tua bisa melakukan kontrol terhadap perilaku atau pergaulan remaja tersebut,” ujarnya.


Adapun cara yang bisa ditempuh orang tua yakni dengan menciptakan ruang diskusi di antara mereka, serta mendengarkan dan menanggapi yang diutarakan sang anak tanpa terkesan menghakimi dan menyalahkan pendapatnya.


“Remaja merasa dirinya berharga. Dan menyangkut eksistensi tadi, remaja butuh dianggap keberadaannya,” kata Maryam.


Cara tersebut dinilai membuat remaja merasa lebih diakui eksistensinya. Selain itu, lanjut dia, remaja juga akan merasa nyaman untuk bercerita apapun tanpa merasa takut disalahkan. Dengan begitu, kontrol terhadap anak akan lebih mudah dilakukan orang tua.


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori