Nasional

Dakwah di Medsos, Lukman Hakim Saifuddin: Tetap Kedepankan Kasih Sayang

Sel, 11 Mei 2021 | 01:00 WIB

Dakwah di Medsos, Lukman Hakim Saifuddin: Tetap Kedepankan Kasih Sayang

Ilustrasi: Dakwah di media sosial, seperti juga dakwah secara langsung, tetap harus mengedepankan kasih sayang.

Jakarta, NU Online     
Dalam rangka khataman dan ijazah kubro Kitab Nabiyurrahmah, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menggelar Talkhsow Ngaji Kebangsaan Perspektif Islam Ramhataan Lil Alamin bersama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama 2014-2019, pada Senin (10/8) siang.

 

Pada sesi tanya jawab, putra bungsu Menag KH Saifuddin Zuhri itu mendapat pertanyaan dari moderator, Hijrotul Maghfiroh: "Bagaimana Strategi dakwah digital yang harus diguncangkan dan kita nyaringkan, mengingat Pak Lukman Hakim selama ini aktif di Twitter?"


Menjawab pertanyaan itu, Lukman Hakim memulai dengan penjelasan bahwa setiap manusia memiliki dua sisi positif dan negatif. Nafsu dalam diri manusia bermacam-macam tidak hanya nafsu mutmainnah (jiwa yang tenang) tapi ada juga nafsu lawwamah (jiwa yang masih cacat cela) yang condong ke arah negatif sehingga jadi kebencian, murka, melampiaskan emosi secara berlebihan dan itu semua ada pada setiap diri kita.


Dikatakan, agama hadir agar nafsu yang dominan pada diri manusia (nafsu mutmainnah) mengarahkan  kepada kebajikan. Karena itu, konteks dengan kitab Nabiyurrahman ini sebenarnya adalah medium atau alat agar kasih sayang (manusia) lebih mengisi jiwa-jiwa kita.


Lebih jauh ia mengatakan, dirinya selalu senang dengan ayat yang meskipun pendek tapi substansif untuk menunjukkan kesadaran bahwa kita harus mengasihi sesama. Misalnya pada ayat wa nafakhtu fihi min ruhi ketika Allah menjelaskan proses kejadian manusia ketika Allah tiupkan ke dalam janin yang masih ada dalam rahim ibu pada usia 3-4 bulan. 


Poinnya adalah ada yang Allah titipkan pada setiap diri anak manusia terlepas apa pun latar belakang dia (ras, suku, bangsa, jenis kelamin, dan agama) maka dalam ajaran agama penting memanusiakan manusia.


"Sisi-sisi kemanusiaan ini menjadi dasar senantiasa mengedepankan kasih sayang kepada siapa pun juga meskipun kita bisa memaklumi, kadang ada rasa benci atau murka, tidak senang. Semua itu harus diimbangi dan dikalahkan dengan kasih sayang,"  pinta Lukman.

 
Ia mengingatkan perlunya kesadaran dari pengguna media sosial yang moderat untuk tidak mengikuti ujaran-ujaran yang tidak semestinya. Menurut dia, sosial media adalah media untuk bersosialisasi dengan cara menebarkan kebajikan dan ajaran agama.

 

"Jika ada sebagian saudara kita yang satu dan lain hal mem-posting atau menyampaikan ujaran kebencian yang tidak sepatutnya, bahkan berita hoaks, kita harus mengimbanginya dengan kasih sayang," kata Ketua Lakspedam NU masa khidmat 1994-1999 itu.


Artinya, lanjut lukman, kalau bermedia sosial harus selesai dulu diri kita, setidaknya tidak ikut-ikutan membenci atau tidak melakukan hal-hal yang kita benci. Jadi bukan berarti kita abaikan tetapi harus diimbangi dengan cara bijak, kalau kita dihujat, dicaci-maki setidaknya doakan mereka.

 

Manusia seringkali memusuhi yang tidak kita ketahui maka mereka yang menebar kebencian bahkan hoaks itu bentuk ketidaktahuan saja. Dia tahu itu hoaks tapi ada agenda tertentu, meskipun tetap saja ujungnya ketidaktahuan seperti itu tidak dibenarkan.

 

Di akhir paparan, Lukman berpesan agar dalam menghadapi  orang yang tidak tahu, harus diberi tahu, bukan dijauhi, dimusuhi atau dikucilkan.

 

Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Kendi Setiawan