Nasional

Di Universitas Oxford, Gus Yahya: Konsep Perdamaian NU Jaga Persatuan Indonesia

Rab, 23 November 2022 | 09:00 WIB

Di Universitas Oxford, Gus Yahya: Konsep Perdamaian NU Jaga Persatuan Indonesia

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat berbicara pada Oxford Union. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) diundang menjadi pembicara dalam acara The Oxford Union di kampus kenamaan dunia, Universitas Oxford, Inggris. 


Pada forum bergengsi yang berdiri sejak 1823 itu, Gus Yahya menjelaskan konsep perdamaian ala Nahdlatul Ulama yang selama ini dijalankan sebagai upaya merawat persatuan antarumat beragama di Indonesia. 


“Nahdlatul Ulama sejak berdirinya, telah menitikberatkan pada perjuangan untuk menjaga keutuhan dan persatuan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Nahdlatul Ulama terlibat dalam kelahiran bangsa ini. Setelah itu, Nahdlatul Ulama berjuang untuk menjaga keutuhan dan persatuan bangsa,” kata Gus Yahya, di Universitas Oxford, Inggris, Selasa (22/11/2022).


Gagasan perdamaian itu, lanjut Gus Yahya, berkembang melalui mazhab pemikiran keagamaan yang mendorong toleransi dan kerukunan masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan bangsa yang sangat heterogen baik dari segi suku maupun agama. 


“Sejak kemerdekaan, lahirnya Indonesia sebagai negara baru, Nahdlatul Ulama telah melakukan perlawanan terhadap gerakan politik Islam yang menuntut Indonesia menjadi negara Islam,” ungkapnya. 


Sebagai negara besar dengan komposisi penduduk yang sangat beragam, Gus Yahya menyebut bahwa upaya menjaga kesatuan bangsa melalui edukasi dan penanaman kultur toleransi, beriringan dengan penghapusan radikalisme dan ekstremisme di tanah air.


Gus Yahya menilai, masalah radikalisme dan ekstremisme merupakan salah satu tugas pokok Nahdlatul Ulama yang harus ditanggulangi di Indonesia.


“Pada tahun 1950, Nahdlatul Ulama berjuang melawan pemberontakan Islam yang disebut ‘Darul Islam’, yang secara harfiah berarti negara Islam pada waktu itu. Nahdlatul Ulama juga berduel dengan organisasi dan gerakan teroris Indonesia pada tahun 1970 yang menamakan diri mereka Komando Jihad,” jelasnya.


Namun pada perjalanannya, Gus Yahya menyebut perjuangan tersebut tidaklah mudah. Dirinya menyadari bahwa mengatasi masalah ketegangan antara Islam dan realitas peradaban baru saat ini, tidak cukup dilakukan hanya di dalam negeri. 


Faktanya, ia menyebut masalah tersebut bersifat global dan telah terjadi peningkatan gerakan radikal dan ekstremis internasional setidaknya sejak akhir 1990-an.


“Karena itu, baru-baru ini pada awal November, kami mengadakan pertemuan para pemimpin agama-agama dunia beriringan dengan G20 di bawah presidensi Indonesia. Kami menyebutnya forum pemuka agama R20, Forum Keagamaan G20,” terang dia. 


“Semoga upaya ini akan memperbaiki masalah yang kita miliki sekarang, sehingga tidak hanya Islam yang akan menemukan cara untuk menemukan posisi yang tepat dalam konteks peradaban kita dan memungkinkan umat Islam untuk hidup berdampingan secara damai dengan orang lain. Tetapi juga, memungkinkan agama lain menemukan cara untuk menyelesaikan masalah hubungan antarkelompoknya, agamanya,” tambah dia.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Syakir NF