Kedamaian dalam Keragaman Indonesia Telah Jadi Inspirasi Dunia
Sabtu, 29 Januari 2022 | 15:00 WIB
Muhammad Faizin
Penulis
Bandarlampung, NU Online
Saat hadir di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU, Hj Khofifah Indar Parawansa, mengungkapkan bahwa keharmonisan di tengah kebhinekaan yang ada di Indonesia ini merupakan sebuah anugerah yang harus disyukuri oleh seluruh elemen bangsa Indonesia. Fakta ini diakui dunia sekaligus menjadi inspirasi dan motivasi berbagai negara untuk belajar dari Indonesia dalam mewujudkan kedamaian di tengah keragaman.
Indonesia diciptakan oleh Allah swt dengan keragaman di berbagai aspek, antara lain agama, suku, budaya, ras, dan sebagainya. Lebih dari itu, dalam satu agama pun masih memiliki keragaman seperti ormas keagamaannya. Begitu juga di setiap ormas juga diwarnai dengan keanekaragaman pendapat para pengurus dan anggotanya masing-masing.
Namun, keragaman ini tidak memunculkan perpecahan, apalagi peperangan. Dan inilah yang menjadi inspirasi dunia untuk belajar ke Indonesia. Di antara keinginan berbagai negara untuk belajar tentang keragaman ini datang dari rombongan Dewan Hukama Islam Dunia dari Dubai yang datang ke Indonesia beberapa waktu lalu.
“Mereka mengatakan kepada Wapres KH Ma’ruf Amin, kami ini datang tidak untuk mengajar. Kami datang untuk belajar. Kalau dulu banyak kitab-kitab berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Saat ini kita justru sebaliknya ingin menterjemahkan buku-buku bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab,” ungkapnya, Jumat (29/1/2022).
Kekerabatan antarsuku dan agama di Indonesia teruji luar biasa tangguh. Sampai-sampai Presiden Afghanistan Ashraf Ghani kagum dengan banyaknya suku di Indonesia yang dapat hidup dengan damai. Suatu saat, ia menanyakan kepada Presiden Jokowi tentang bagaimana membangun keharmonisan antarsuku di Indonesia yang jumlahnya lebih dari 700 suku ini.
“Afghanistan itu hanya ada 7 suku. Tapi ketika konflik, menajam, melebar, dan berkepanjangan,” kata Khafifah menirukan pernyataan Presiden Ashraf Ghani saat bertemu Presiden Jokowi.
“Ini (keharmonisan di Indonesia) harus kita lihat sebagai anugerah yang Allah turunkan ke bumi Indonesia,” kata Khafifah.
Sementara Grand Syaikh Al-Azhar Ahmad Ath-Thayeb pun sering mengungkapkan kegelisahannya tentang kondisi Timur Tengah yang terus memanas akibat konflik. Ia selalu berpesan kepada para alumni Al-Azhar di berbagai kesempatan untuk senantiasa menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai Islam yang benar kepada para generasi muda.
“Kami sudah lelah melihat Timur Tengah terus memanas. Pendidikan untuk generasi muda adalah jalan pertama untuk mencegah penyebaran paham radikal dan ekstrem. Kalau kita bisa menanamkan nilai-nilai Islam yang benar dalam diri generasi muda, berarti kita sudah dapat memutus jalan menuju terorisme,” ungkap Khafifah mengutip pernyataan Grand Syaikh Al-Azhar.
Atas kondisi ini, lanjut dia, Syekh Yusuf al-Qaradhawi dari Mesir memprediksi bahwa pada 2019, episentrum Islam akan berangkat dari Indonesia. “Akan lahir diseminasi Islam rahmatan lil Alamin. Islam penuh damai, Islam penuh kasih,” katanya.
Oleh karena itu, perlu dipertahankan dan diperkuat kembali tri-ukhuwah yang telah dicetuskan oleh Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Shiddiq pada tahun 1984. Tiga ukhuwah tersebut adalah Ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan sesama umat Islam), Ukhuwwah Wathaniyyah (persaudaraan sebangsa), dan Ukhuwwah Basyariyyah (persaudaraan sesama umat manusia).
Optimisme dalam Ke-Indonesiaan
Pada kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Mohammad Mukri menilai aneh jika ada masyarakat Indonesia yang tidak bisa melihat anugerah nyata yang telah diberikan Allah pada Indonesia. Selain mewujudkan rasa syukur dengan berusaha mempertahankan kedamaian ini, semua elemen masyarakat harus optimis pada modal besar kedamaian untuk lebih membangun Indonesia.
Indonesia saat ini sudah memiliki banyak modal yang tidak dimiliki negara lain. “Dari nothing, menjadi something, dan to be everything,” kata Prof Mukri.
Saatnya bangsa Indonesia berbahagia, riang gembira, dan merayakan ini semua. Agama Islam sendiri telah menegaskan pada umatnya untuk hidup dalam suasana riang gembira. Berbagai hal harus disikapi dengan positif sebagai bentuk kesadaran bahwa ada Allah swt yang telah menakdirkan segalanya.
Dua sumber utama hukum Islam yakni Al-Qur’an dan hadits pun sudah menegaskan perintah untuk bergembira ini. Di antaranya adalah termaktub dalam Qur’an Surat Yunus Ayat 58 yang artinya: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".
Ayat tersebut, menurut Profesor Ilmu Ushul Fiqih ini, mengingatkan manusia bahwa bergembira merupakan wujud mensyukuri nikmat. Sehingga orang yang tidak bersyukur menjadi bagian dari ciri-ciri orang yang tidak bahagia dan bergembira. Termasuk menurutnya, orang yang selalu pesimis dan berfikir negatif dalam menghadapi berbagai perbedaan-perbedaan dalam kehidupan merupakan bentuk tidak bergembira dalam hidup.
“Allah itu yang paling berkehendak. Jika ada daerah yang di situ diisi oleh kemaksiatan dan mengikuti langkah-langkah setan, ini menjadi hak dan keinginan Allah. Apa lalu dengan kondisi ini, Allah kalah pamor? Ya tidak,” jelasnya.
Ketua Umum MUI Lampung ini juga memberi contoh sikap yang terus pesimis ketika seseorang melihat masih ada umat Islam di Indonesia yang belum semuanya taat dalam melaksanakan ibadah. Padahal jika dibandingkan dengan masa sebelum kemerdekaan persentasinya sudah banyak berubah.
Jika dulu berdasarkan penelitian hanya sekitar 10 persen umat Islam yang taat, saat ini sudah mencapai angka 70 persen. Ini malah memicu optimisme.
Selain dalam Al-Qur’an, perintah untuk bergembira juga ditegaskan dalam sebuah hadits yang juga tertulis di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, karya Imam Ghazali. Dalam haditsnya, Rasulullah bersabda: “Inna min khiyari ummati qauman yadhakuna jahran min sa’ati rahmatillah, wa yabkuna sirran min khaufi adzabi”: (Termasuk umat Nabi pilihan, tertawa lepas ketika bersama orang lain karena yakin dengan rahmat/pemberian Allah dan ketika sendirian dia menangis, takut akan siksa Allah).
Ini menggambarkan kepada kita bahwa hidup harus diwarnai dengan bercanda, rileks, guyon, dan tertawa. Ini semua merupakan ekspresi atas kebahagiaan dan ridha terhadap pemberian Allah swt.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Kronologi Penembakan terhadap Guru Madin di Jepara Versi Korban
2
Silampari: Gerbang Harapan dan Gotong Royong di Musi Rawas
3
Hukum Mengonsumsi Makanan Tanpa Label Halal
4
Sejarah Baru Pagar Nusa di Musi Rawas: Gus Nabil Inisiasi Padepokan, Ketua PCNU Hibahkan Tanah
5
NU Peduli Salurkan Bantuan Sembako kepada Pengungsi Erupsi Lewotobi
6
Respons Pergunu soal Wacana Guru ASN Bisa Mengajar di Sekolah Swasta
Terkini
Lihat Semua