Nasional

Dikukuhkan, Prof Asrorun Niam Sampaikan Pidato Ilmiah Living Fatwa

Rab, 22 Februari 2023 | 11:45 WIB

Dikukuhkan, Prof Asrorun Niam Sampaikan Pidato Ilmiah Living Fatwa

Prof KH Asrorun Niam Sholeh saat menyampaikan pidato ilmiah pada pengukuhannya sebagai guru besar bidang ilmu fiqih di Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir H Juanda, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (22/2/2023). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Jakarta, NU Online 
Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Asrorun Niam Sholeh dikukuhkan menjadi Guru Besar di bidang ilmu fiqih pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Pengukuhan itu dilaksanakan di Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Ir H Juanda Nomor 95, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten pada Rabu (22/2/2023).


"Dengan ini saya Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengukuhkan Prof Dr H Asrorun Niam sebagai guru besar bidang ilmu fiqih pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta," ujar Prof Amany Lubis, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Ia mendoakan semoga Prof Niam mengemban tugas dengan penuh rahmat dan pertolongan Allah swt. "Semoga Allah swt melimpahkan rahmat taufiq dan hidayah-Nya (kepada Prof Niam) dalam mengemban tugas yang mulia ini dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian yang tinggi," lanjutnya.


Tak lupa, atas nama senat, Amany juga mengucapkan tahniah kepada Niam. "Selamat atas pengukuhan saudara sebagai guru besar," ujarnya.


Pada pengukuhannya, Prof Niam menyampaikan pidato ilmiah berjudul "Living Fatwa: Transformasi Fatwa dalam Perilaku dan Kebijakan Publik di Era Milenial.


Ia menyampaikan bahwa hukum Islam telah hidup menyatu dalam perilaku masyarakat. Hal tersebut berjalan meskipun tanpa diformalisasikan sebagai sebuah ketetapan negara.


Dalam upaya menghidupkan hukum Islam di tengah masyarakat itu, salah satu pilar pentingnya adalah dengan fatwa keagamaan. Hal ini menjelma menjadi hukum hidup atau living law.


Mengutip Prof Mahfud MD, Niam menjelaskan bahwa pengertian living law ada dua. Pertama sebagai norma hidup karena ditaati masyarakat. Kedua, hukum resmi yang mengikuti perkembangan zaman dan terus aktual. Dalam hal ini, ia memilih mengikuti pandangan pertama.


Lebih lanjut, Niam menyampaikan bahwa agar fatwa terus dapat hidup, dibutuhkan siasat fatwa. Karenanya, ia mengambil paradigma simbiotik di antara tiga paradigma yang ada. Paradigma ini menumbuhkan timbal balik atau saling memerlukan antara negara dan agama.


Hal ini berbeda dengan integralistik yang memandang agama dan negara sebagai satu kesatuan. Beda juga dengan paradigma sekularistik yang memisahkan keduanya.


"Konsensus ketiga nampak pada dasar dan konstitusi negara," ujar Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.


Hal ini terlihat dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, penyusunan perundang-undangan, dan kebijakan publik.


Simbiotik Islam dan negara, menurutnya, menimbulkan empat pola relasi. Pertama, taqyidi menguatkan. Fatwa mengonfirmasi atau sebagai dasar keagamaan kebijakan publik agar semakin kokoh. Misalkan, fatwa mengenai satwa langka, muamalah bermedia sosial, pembuktian terbalik dalam korupsi, dan tindak pidana pencucian uang.


Kedua, relasi Islahi. Fatwa memperbaiki kebijakan agar sejalan dengan ketentuan Islam. Ia mencontohkan fatwa mengenai imunisasi yang terikat dengan kehalalan vaksin yang harus dilakukan sesuai ketentuan agama.


Ketiga, relasi tashihi. Fatwa hadir sebagai sandingan norma. Fatwa mengenai khitan perempuan sebagai arahan agar tetap aman sesuai medis sehingga mencabut larangan mengenainya.


Keempat, relasi insyai yang dibutuhkan dalam pengambilan kebijakan publik. Ia mencontohkan fatwa mengenai zakat mal yang dipergunakan untuk bantuan hukum. 


Pengukuhan ini dihadiri oleh Wakil Presiden Prof KH Ma'ruf Amin, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainuddin Amali, rekan-rekan sejawatnya di MUI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta para akademisi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Syamsul Arifin