Nasional

Direktur NU Online: Website Keislaman Ibarat Pesantren dan Madrasah Daring

Sel, 14 Juli 2020 | 13:00 WIB

Direktur NU Online: Website Keislaman Ibarat Pesantren dan Madrasah Daring

Direktur NU Online Savic Ali mengajak warga Nahdliyin untuk memperbanyak website yang serupa agar lebih banyak ‘madrasah’ atau 'pesantren' yang hadir di dunia maya.

Jakarta, NU Online
NU Online
sebagai situsweb resmi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada awalnya hadir sebagai corong yang menyuarakan berbagai keputusan organisasi. Seiring berjalannya waktu, web ini terus berkembang sebagai media dakwah Islam di dunia daring (online). Direktur NU Online Savic Ali mengajak warga Nahdliyin untuk memperbanyak website yang serupa agar lebih banyak ‘madrasah’ atau 'pesantren' yang hadir di dunia maya.


“Strategi dakwah itu juga mendorong teman-teman Nahdliyin membikin website sejenis. Dakwah online tidak hanya satu website. Harusnya warga NU punya banyak masjid madrasah di online,” ujarnya dalam Galawicara di TV9, Selasa (14/7).


Savic secara personal membuat website Islami.co yang lebih menarget pembaca kaum Muslim urban. Ada juga Hamzah Sahal yang mendirikan Alif.id yang lebih berbasis kepada kebudayaan, Bincang Syariah yang banyak membahas persoalan fiqih. Ada A. Khoirul Anam dengan Jaringansantri.com.


Di samping itu, masih banyak website lain yang diampu oleh Nahdliyin seperti Bangkit Media, Iqra.id, Arrahim.id, Laduni.id, Muslimmoderat.com dan sebagainya. “Kita semua berjejaring. Bikin website serupa,” katanya.


Namun, situsweb tersebut tidak di bawah naungan PBNU. Ia menganalogikannya dengan pesantren yang juga tidak sepenuhnya berada dalam naungan NU, tetapi memiliki kesamaan visi.


Dari Ubudiyah hingga Dinamika Politik Aktual
Savic menjelaskan bahwa NU Online tidak hanya menyajikan informasi mengenai kegiatan NU, melainkan juga sejarah NU dan beragam pandangan keagamaan para ulamanya, dari dahulu hingga masa kini. “Kalau di NU Online bisa membaca banyak sekali sejarah NU, kemudian pandangan para pendiri NU, muassis. Kita lihat pandangan para sesepuh kita terhadap berbagai persoalan,” katanya.


Di samping itu, pembaca juga dapat memahami organisasi dan persoalan keislaman, hingga persoalan dinamika politik aktual. Tentu saja semua hal itu dibungkus dengan perspektif NU. Menurutnya, soal sudut pandang NU dalam melihat beragam dinamika persoalan ini sangat penting.


Tidak hanya itu, pria asal Pati, Jawa Tengah itu juga mengungkapkan bahwa NU Online juga menyuguhkan urusan ubudiyah berupa tatacara ibadah. Tata cara shalat Idul Adha, misalnya, mungkin bagi warga NU yang telah mengaji sejak masa kanak-kanak merupakan hal sepele. Tetapi hal ini sangat penting bagi Muslim urban yang baru-baru mencari berbagai pelajaran agama.


“Banyak orang yang dia gak sehari-hari ngaji, dia memang gak tahu, harus belajar lagi. Dia mungkin lupa. Akhirnya nyari di Google tata cara shalat,” ujarnya.


Pada mulanya, jelas Savic, NU Online tidak menyajikan persoalan ubudiyah karena dilihat sebagai sesuatu yang biasa dilakukan. Akan tetapi, melihat kebutuhan publik awam mengenai hal tersebut, NU Online pun hadir menyajikannya. Kalau tidak menyajikan, mereka akan mampir di situsweb lain yang menyediakannya. Dengan begitu, mereka pun akan membaca konten lainnya yang mengarah pada kekerasan atau ekstremisme.


“Karena kita seiring waktu kita menyadari dibutuhkan orang kalau tidak menyediakan mereka outlet media lain, yang membuat mereka menjadi ekstrem. Kita jadi menulis tentang itu demi menjadi tempat belajar Islam,” terangnya.


Karenanya, banyak juga publik non-NU yang membaca dan membagikan konten NU Online. Ia juga menemukan bahwa pembaca situsweb salafi pun membaca media kebanggaan Nahdliyin ini. Hal ini menurutnya sangat baik bukan saja bagi NU Online, tetapi juga bagi masyarakat Muslim Indonesia agar memiliki perspektif yang lebih luas dalam menyikapi beragam persoalan keagamaan.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi